Thursday, August 5, 2010

لماذا نصلي

Pada Rabu, September 17, 2008
Oleh: Hudriansyah Rahman
(Alumni Al Azhar University, Mesir. Menetap di Bontang)

Apakah sholat yang Anda dirikan selama ini menjelma sekadar aktivitas rutin yang kering makna? Tak usah gusar! Banyak kaum Muslimin—selain Anda—yang yang merasakan gejala demikian. Wajar, perintah sholat yang diajarkan orang-tua dan pendidik kita seringkali tanpa diiringi alasan yang bisa diterima, selain sekadar sebuah perintah Allah yang mengakibatkan dosa bila ditinggalkan. Itu saja.

Buku ini menjelasakan detil alasan mengapa kita harus rukuk dan sujud setiap hari. Di samping memang kerana perintah Allah, sholat memiliki kedudukan istimewa dan keutamaan yang membezakannya dengan ibadah-ibadah lain. Tapi jangan coba-coba meremehkan. Ancamannya serius: mulai dari terjebak kepada sifat nifak, hingga ancaman mati dalam keadaan su’ul khatimah.


Tak lupa, Penulis juga menyertakan untaian nasehat berharga yang dapat menyadarkan kita arti penting, sekaligus meningkatkan kualitas sholat itu sendiri. Sehingga, pelaksanaan sholat menjadi lebih bermakna daripada sekadar rutinitas belaka. Lebih dari itu, buku ini juga pantas Anda hadiahkan untuk mereka yang masih enggan shalat.

Penulis: DR. Muhammad Al-Muqaddam
Ukuran: 14 x 20,5 cm ; 256 hal
Harga: Rp. 27.000,00
Penerbit: Aqwam


Label: Kajian Islam

Tauhid Untuk Seluruh Manusia

Pada Rabu, April 30, 2008
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan pula supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan yang sangat kokoh."
(QS. Ad-Dzariyat: 56-58) 1).
Tauhid; haq Allah, kewajiban manusia
Sesungguhnya tauhid adalah haq Allah yang paling wajib untuk ditunaikan. Tidaklah Allah mencipta jin dan manusia kecuali agar bertauhid. Hak tersebut karena Dia sebagai maha pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta ini. Langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya terwujud kerana Allah. Dia menciptakan seluruhnya dengan hikmah yang besar dan keadilan. Maka layak bagi-Nya untuk mendapatkan hak peribadahan dari semua makhluk-Nya tanpa disekutukan dengan apa pun.

Sebagian ulama menafsirkan kalimat: "supaya menyembah-Ku" dengan: "supaya mentauhidkan-Ku" 2) Amalan manapun tidak akan bermanfaat, tertolak dan batal bila dicampuri syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan lain bila perbuatan yang dilakukan dalam kategori syirik besar.

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:لئن شركتم ليحبطن عملكم
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan". (Al-An`am: 88) 3)
"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentu kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65) 4)

Suatu perkara yang tidak bisa disangkal adalah bahwa alam maya ini pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah orang yang tidak waras. Sebab jika dia sadar tentu meyakini bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang demikian teratur dan rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali atheis yang sombong.
Allah telah menciptakan manusia yang mana dahulunya bukanlah apa-apa. Eksistensi mereka di bumi ini merupakan kekuasaan Allah. Allah telah melimpahkan banyak kucuran nikmat-Nya sejak mereka masih berada dalam perut, lahir ke dunia hingga mati. 5)
Rahmat Allah yang sedemikian rupa menuntut kita untuk melaksnakan haq Allah yang paling besar yaitu beribadah kepada-Nya. Allah tidak pernah meminta apa apa dari kita kecuali hanya agar kita beribadah kepada-Nya semata-mata dengan ikhlas.

Ibadah bukanlah sebagai hadiah kita untuk Allah atas segala limpahan nikmat-Nya. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap hitungan nafas yang kita hembuskan maka di sana ada sekian nikmat yang tak terhingga nilainya. Oleh karenanya nilai ibadah manusia kepada Allah tenggelam tanpa meninggalkan bilangan di dalam luas rahmat-Nya. Allah berfirman:لا نسألك رزقا نحن نرزقك"

"Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (Thoha: 132) 6)
Ketika manusia beribadah kepada Allah tanpa berbuat syirik maka sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri manusia sendiri. Allah akan membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat ganda. Ibadah manusia tidaklah akan menguntungkan Allah dan bila mereka tidak beribadah tidak pula akan merugikan-Nya.
Manusia yang mendambakan kebaikan untuk dirinya tentu akan serius beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Itulah tauhid yang harus dibersihkan dari berbagai daki-daki syirik. Sebab kesyirikan hanyalah menjanjikan kesengsaraan hidup dunia hingga ke akhirat.

Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah (sesuatu dengan), maka pasti Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong pun"
Sementara mentauhidkan Allah dalam ibadah mengantarkan kepada keutamaan yang besar di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman-Nya:الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم اولئك لهم الأمن وهم مهتدون"
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzoliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan petunjuk." (Al-An`am: 82) 8)
Kedzoliman yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rosulullah dalam hadits Ibnu Mas`ud. 9)

TAUHID MERUPAKAN FITRAH MANUSIA
Allah berfirman:
“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (Yunus:31) 10)

Sesungguhnya syahadat tauhid telah tertanam pada jiwa manusia sejak lahir. Namun fitroh untuk beribadah ini dirusak oleh pujuk rayu syaithon di kemudian hari, sehingga berpaling dari tauhid kepada syirik, dari fitrah taat menjadi maksiyat. Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan manusia dengan sejuta cara.

Rosulullah bersabda,
"Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nashroni atau Majusi" (HR.Al-Bukhori) 11)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah." (Ar-Ruum:30) 12)

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu" (Al-An'am:112) 13)
Sehingga karakter asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid kepada Allah Sementara kesyirikan adalah yang datang kemudian. Jika manusia mengikuti fitrahnya yang suci selamatlah dia. Namun jika tidak mengikutinya, tentu akan menikmati kesengsaraan hidup dan perselisihan, permusuhan di kalangan manusia.

Allah berfirman:
"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (Al-Baqoroh: 213) 14)
"Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka berselisih." (Yunus:19)15)
Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam. Lalu kesyirikan berawal pada masa itu. Maka Allah mengutus Nuh sebagai rosul yang pertama,

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudian." (An-Nisaa`: 163) 16)
Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim yaitu tauhid. hingga datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i lalu merubah agama Nabi Ibrohim menjadi agama pagan. Melalui orang ini tersebar penyembahan terhadap berhala di Arab, terlebih khusus daerah Hijaz. Maka Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai nabi yang terakhir.
Rosulullah menyeru manusia kepada agama tauhid, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan runtuhlah segala sesembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta.

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini. Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu As-Syaikh pernah berkata: "Di awal umat ini jumlah orang yang bertauhid cukup banyak sedangkan di masa belakangan jumlah mereka sedikit". 17)

PENUTUP
Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka dalam kehidupan sebagian masyarakat muslimin. Tidak mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. Maka perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah-tengah masyarakat. Karena tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh segenap manusia.
Allah berfirman:قل إنالخسرين الذين خسروا أنفسهم واهليهم يوم القيامة ألا ذلك هو الخسران المبين"
"Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Az-Zumar: 15) 18)


[Ust. Abu Hasan Ali Halabiy, staff guru di SMA Hidayatullah Bontang


Label: Kajian Islam

Generasi al-Ghuroba’

Pada Jumat, Macht 07, 2008
.Dari Abi Hurairoh berkata, bahwa Rosulullah bersabda;
“Islam itu pada awalnya dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing"
Dalam riwayat Ahmad; Yaitu orang-orang yang sholih berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”
(HR. Muslim) 1)

Asingnya Islam saat pertama
Begitu berat dan dahsyat penderitaan nabi beserta sahabat-sahabatnya melaksanakan dakwah Islam ini. Berbagai celaan, hinaan, pemboikotan, penyiksaan, pengejaran, pembantaian telah dialaminya sampai Allah memberikan pertolongan.
Di saat kondisi jahiliyah yang parah, ternyata masih ada sekelompok manusia yang tetap tegak, kokoh di atas kebenaran, istiqomah dengan ajaran al-Haq, Islam yang mulia. Meski dengan resiko celaan, ejekan, dan rintangan. Sebab mereka memilih beriman apapun resikonya, bahwa inilah jalan hidup yang wajib ditempuh, harga mati yang tidak akan ditawar lagi.
Ternyata, kekalahan, kehinaan dan kehancuran adalah bagi para penentang islam ini. Sebaliknya, hasil akhir berupa kebahagiaan dan kemuliaan dunia - akhirat ada pada pihak yang Allah ridhoi. Dengan janji-Nya; “Bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ar-Ro’d: 29) 2)
Demikian ini menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Qotadah, Ibnu Ajlan dan sebagainya. 3)
Ditengah masyarakat yang berideologi keropos, berpolitik demokrasi, berekonomi riba, berkehidupan social materialis, berbudaya korup, berhukum sekular, berakhlaq barat, Alhamdulilah Allah masih lahirkan manusia-manusia pilihan-Nya untuk mengemban dakwah Islam ini ke seluruh pelosok dunia.
Siapakah orang asing itu ?
Rosulullah bersabda; Yaitu orang yang membuat perbaikan di saat manusia berbuat kerusakan. (HR. Muslim) 4)
Al-Qodhi ‘iyadh berkata; maksud Islam akan kembali asing adalah ada di kota Madinah.
“Sesungguhnya iman akan pasti berkumpul di Madinah sebagaimana ular berlindung di sarangnya” (HR. Bukhori) 5)
Pada masa awalnya, orang-orang berhijrah ke Madinah. Di antaranya ada yang termotivasi untuk hidup berdekatan dengan rosulullah, ada yang ingin bertempat tinggal saja, dan ada yang ingin membuat masyarakat guna melaksanakan agama 6)
Dan maksud pada umumnya adalah Islam awal mulanya dipeluk oleh sebagian kecil orang, kemudian tersiar secara luas. Namun kelak pada suatu zaman pemeluk Islam yang benar-benar akan kembali sedikit seperti awal mulanya. 7)
Hadits Amru bin Aufal-Muzanni berkata; “sesungguhnya agama ini awal mulanya dipandang asing, dan akan kembali asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing tersebut, yaitu orang yang berbuat perbaikan-perbaikan tatkala manusia berada pada kerusakan” (HR. Muslim). 8)
Di tengah masyarakat yang terbuai dan terlalaikan dengan pernak-pernik kehidupan dunia, akan tetap ada manusia yang berpegang teguh pada tali kebenaran Islam ini, maka mereka seolah-olah dipandang aneh oleh orang-orang bodoh, karena berbeda dengan kebanyakan manusia pada umumnya.
Kok ada manusia menegakkan sholat ketika manusia mengabaikannya. Kok masih ada orang yang istiqomah mengutamakan Al-Qur’an di tengah-tengah manusia yang meremehkannya. Kok ada orang yang menghiasi kehidupannya dengan ibadah di saat manusia-manusia terlena dengan kelalaian, dan ternyata masih ada segolongan hamba yang mencintai akhirat di saat manusia yang waktunya habis tersita untuk dunia.
Orang asing (Ghuroba’) itu adalah kelompok orang yang mendapatkan keselamatan, selamat sentausa dengan berpegang erat pada Al-Qur’an dan as-Sunnah. 9)
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rojab; Rosulullah bersabda;
ktZeä5oivp kte;5oiks=N}v Àufeã=iýæ Öiüä] Öiü0iüoidã?%v
Ä|<Å ce:2Qksp ufeã =iü kt~%ý}.1
“Senantiasa ada dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka, dan orang yang menyelesihi mereka. Hingga datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu” (HR. Bukhory). 10)
Ulama’ mutaakhirin mensifati orang asing itu adalah yang meyelamatkan aqidahnya dari syubhat, memperkuat keimanannya, menjaga ketaqwaannya, maka mereka selamat pula hidupnya dunia akhirat. Adapun yang di luar mereka adalah orang-orang yang sesat binasa.
Orang asing adalah mereka yang meneguhkan komitmennya dengan aqidah tauhid di saat orang bergelimang kesyirikan, berleha-leha dalam kelalaian. Orang asing adalah mereka yang loyal dengan imannya di tengah komunitas kuffar, yang tetap istiqomah dengan sunnah tatkala sebagian cecunguk asyik dengan bid’ahnya.
Orang asing adalah mereka yang mengikuti rosulullah, sahabat-sahabatnya, tabi’in (murid para sahabat), tabi’ut-tabi’in, serta imam-imam yang mendapatkan petunjuk dengan setia. Maka ikutilah mereka, tempuhlah manhaj-nya, sebab siapa saja yang mengikuti mereka akan selamat, jika tidak sesatlah dirinya. 11)
Orang asing adalah mereka yang tegak dengan dakwah islam, terang benderang di atas kebenaran lahir maupun bathin, baik dengan ucapan maupun perbuatan, yang tulus ikhlas, penuh kesungguhan dan kemantapan hati. Orang asing adalah mereka yang berjihad melawan musuh-musuh dakwah Islam dari kelompok liberal, sekular materialis, neo muktazilah, jahmiyah, golongan khowarij, syi’ah rofidhoh, murji’ah, qodariyah, sufi kebatinan dan setiap musuh agama.
Orang asing adalah mereka yang disebutkan dalam ayat;
“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah semuanya dan jangan bercerai berai, ” (QS. Ali- Imron: 108) 12)
Orang asing adalah mereka yang melaksanakan seruan ayat;
“Dan tidak pantas bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan manakala Allah dan rosul-Nya telah menetapkan suatu urusan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dari urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rosul-Nya maka sungguh ia telah sesat dengan nyata” (QS. Al- Ahzab: 36) 13)
Orang asing adalah;
“Maka demi Robb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidaklah beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim pada apa - apa yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menyerahkan diri dengan sebenar-benanrnya” (QS. An- Nisa’: 65) 14)
Orang asing tersebut adalah mereka amat mengagungkan sunnah. Yaitu orang yang menjaga sunnah-sunnah ketika manusia membuat kerusakan-kerusakan di dalamnya dengan beraneka ria TBC (tahayul, Bidah dan Churofat). 15)
Beruntunglah orang yang asing
Orang asing adalah mereka yang mengikuti rosulullah dalam beragama yang meliputi aqidah, ibadah, manhaj, akhlaq, dan dakwah. Maka kebahagiaan bagi mereka. Sebagaimana do’a kita dalam sholat;
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yakni jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka” (QS. Al-Fatihah: 6 -7) 16)
Lantas, siapakah yang dimaksud orang yang diberi nikmat tersebut?. Yaitu;
“Dan orang-orang yang taat kepada Allah dan rosul, maka mereka itulah golongan yang bersama orang-orang yang beri nikmat oleh Allah atas mereka, yaitu para nabi, shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang sholih” (QS. An-Nisa’: 69) 17)
Kesimpulan dari al-Auza’i; asing maksudnya sedikit sekali manusia yang benar-benar berada pada sunnah sehingga disifati asing, tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya. 18) manusia pilihan yang tidak ikut-ikutan dengan gelombang kehidupan materilialisme, tidak pula terombang- ambing dengan gelimang syahwat dan syubhat.
Imam at-Tsaury berkata; ketahuilah bahwa para pelaku sunnah adalah orang-orang asing (al-ghuroba’) itu. Yunus ibnu ‘ubaid juga menjelaskan; tidaklah tersisa sedikitpun dari ajaran nabi berupa melaksanakan sunnah-sunnah melainkan akan dirasa asing oleh manusia yang tidak mengerti” 19)
“Akan tetapi orang-orang yang bertaqwa kepada Robb-Nya bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi orang-orang yang berbuat baik” (QS. Ali-Imron: 198) 20)
Khotimah
Semoga kita bisa menjadi golongan orang-orang yang Allah beri nikamt atas mereka di dunia dan akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan. Dan bukan kebanyakan manusia yang melalaikan dirinya akan tujuan kehidupannya. Amiin. [By Mardiansyah]





Label: Kajian Islam

Ilmu dan Akhlak Pemiliknya (Nasehat dari Samahatusy Syaikh Ibnu Baz Rahimahullahu)

Pada Jumat, Maret 07, 2008
Ilmu ibarat sebuah permata yang sangat bernilai dan tak terkira harganya. Dengan ilmu, Adam ‘alaihissalam dimuliakan di atas seluruh makhluk, hingga para malaikat diperintah untuk sujud kepadanya.

Yang menjadi pertanyaan di sini, ilmu apakah yang paling mulia yang seharusnya dicari oleh seorang pencari ilmu? Jawabannya adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Ilmu inilah yang disebutkan kemuliaannya oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu syar’i ini membahas tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, ilmu tentang hak-Nya atas hamba-hamba-Nya, dan tentang syariat-Nya terhadap para hamba. Sebagaimana ilmu ini berbicara tentang jalan yang bisa menyampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tentang tujuan dan akhir yang akan dicapai seorang hamba nantinya di negeri akhirat.

Dengan demikian, ilmu syar’i inilah yang sepatutnya dicari dengan penuh semangat. Karena, dengannya seorang hamba bisa mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dengannya seorang hamba bisa beribadah. Si hamba dapat mengetahui apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan, apa yang diharamkan, apa yang diridhai, dan apa yang dimurkai-Nya. Dengan ilmu ini diketahui ke mana kehidupan ini akan berakhir; ada sebagian hamba yang akhirnya bersenang-senang di dalam surga dan sebagian besar lainnya sengsara dalam neraka.

Ilmu syar’i ini bertingkat-tingkat. Yang paling utama dan paling mulia adalah ilmu akidah yang pembahasannya berkaitan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya. Menyusul setelahnya, ilmu yang berkaitan dengan hak-Nya terhadap hamba-hamba-Nya, tentang hukum-hukum syariat-Nya dan ke mana akhir yang dituju oleh orang-orang yang beramal. Urutan selanjutnya adalah ilmu yang membantu dan mengantarkan pada ilmu syar’i, seperti ilmu tentang kaidah-kaidah bahasa Arab, istilah-istilah Islamiyah dalam ushul fiqih, dan mushthalahul hadits. Demikian pula perkara-perkara lain yang berkaitan dengan ilmu syar’i, yang membantu dan mendukung untuk memahaminya secara sempurna. Termasuk ilmu yang penting dipelajari adalah sirah nabawiyyah, sejarah Islam, biografi para perawi hadits, dan para ulama Islam.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan pemilik ilmu syar’i ini dan membesarkan keberadaan mereka. Dia Yang Maha Suci berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali hanya Dia, bersaksi pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu, dalam keadaan Allah menegakkan keadilan. Tidak ada sesembahan yang patut diibadahi melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Memiliki hikmah.” (Ali ‘Imran: 18)

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengambil persaksian orang-orang yang berilmu syar’i beserta para malaikat-Nya tentang keesaan-Nya. Mereka mempersaksikan bahwa Dia adalah Rabb semesta alam. Dialah sesembahan yang haq, sementara peribadatan kepada selain-Nya adalah batil. Cukuplah ketetapan yang seperti ini sebagai pemuliaan terhadap orang-orang yang berilmu.

Orang-orang yang berilmu dibedakan dari selain mereka sebagaimana dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو اْلأَلْبَابِ

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو اْلأَلْبَابِ

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19)

Jelas, tidaklah sama antara yang satu dengan yang lain. Orang yang mengetahui bahwa petunjuk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan itu benar adanya sebagai suatu jalan keselamatan, tidaklah sama dengan orang-orang yang buta dari jalan tersebut dan buta tentang ilmu syar’i.

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menerangkan bahwa Dia mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Hal itu tidaklah mereka capai melainkan karena besarnya kebaikan dan kemanfaatan yang mereka berikan kepada manusia. Oleh karena itulah, ada seorang alim yang berkata, “Alangkah bagusnya apa yang mereka berikan kepada manusia, namun sebaliknya alangkah jeleknya perbuatan manusia kepada mereka.”

Mereka memberikan bimbingan kepada manusia menuju kebaikan, menunjukkan mereka kepada kebenaran dan menyampaikan mereka kepada petunjuk. Tokoh pemilik ilmu (ahlul ilmi) yang terdepan adalah para rasul. Mereka adalah pemberi petunjuk dan penyampai dakwah. Mereka merupakan orang yang paling tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syariat-Nya.

Kemudian, orang yang paling utama setelah para rasul adalah yang paling mengikuti jejak rasul dan paling tahu apa yang mereka bawa, paling sempurna ajakannya kepada manusia untuk menuju agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar dalam berdakwah dan memberi bimbingan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang memiliki ilmu dengan beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa orang-orang berilmulah yang benar-benar takut/khasyah kepada-Nya dengan khasyah yang sempurna sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ

“Hanyalah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir: 28)

Ulama adalah orang-orang yang kenal dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal nama dan sifat-sifat-Nya serta mengetahui syariat-Nya yang disampaikan oleh para rasul-Nya. Karena itulah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada beberapa orang yang menganggap kecil ilmu yang beliau bimbingkan dengan mengatakan, “Kami tidak sama sepertimu, wahai Rasulullah! Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang belakangan.” Beliau menjawab, “Ketahuilah, demi Allah! Sungguh aku lebih takut kepada Allah daripada kalian dan lebih bertakwa kepadanya.”

Banyak sekali hadits yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memuat tentang keutamaan ilmu, di antaranya hadits:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya dengan ilmu tersebut jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa para penuntut ilmu agama berada di atas kebaikan yang besar. Mereka di atas jalan keberuntungan dan kebahagiaan, tentunya bila benar/lurus niatnya dalam menuntut ilmu, karena mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ingin mengamalkannya, bukan karena riya` dan sum’ah atau tujuan-tujuan dunia lainnya.

Ia mempelajari ilmu hanya karena ingin mengetahui agamanya, mengetahui perkara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala wajibkan kepadanya. Dan bermaksud mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, hingga ia belajar dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya kepada orang lain.

Setiap jalan yang ia tempuh dalam menuntut ilmu adalah jalan menuju surga, baik jalan tersebut secara hakiki ataupun maknawi. Perjalanan jauh yang ditempuhnya dari satu negeri menuju ke negeri lain, berpindahnya dari satu halaqah ke halaqah yang lain, dari satu masjid ke masjid lain, dengan tujuan mencari ilmu, ini semua teranggap jalan yang ditempuh guna beroleh ilmu. Demikian pula diskusi tentang kitab-kitab ilmu, meneliti dan menulis, semuanya pun teranggap jalan guna beroleh ilmu.

Dengan demikian sepantasnya bagi penuntut ilmu untuk memerhatikan seluruh jalan yang bisa mengantarkannya kepada ilmu dan bersemangat menempuhnya karena mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan negeri akhirat. Ia sepantasnya berkeinginan mendalami (tafaqquh) agamanya, ingin tahu perkara yang diwajibkan padanya dan yang diharamkan, ingin mengenal Rabbnya di atas bashirah dan bayyinah, kemudian mengamalkannya. Ia pun ingin menyelamatkan manusia hingga ia berdiri sebagai orang yang mengajak kepada petunjuk dan menolong kebenaran, membimbing manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas ilmu dan petunjuk.

Orang yang seperti ini keadaannya maka tidurnya pun ternilai jalan menuju surga bila ia tidur dengan tujuan agar mendapat kekuatan dalam menuntut ilmu, agar dapat menunaikan pelajaran dengan baik atau agar mendapat kekuatan untuk menghafal kitab ilmu atau untuk safar dalam menuntut ilmu. Tidurnya orang yang seperti ini ternilai ibadah, demikian pula kegiatannya yang lain bila disertai niat yang benar. Beda halnya dengan orang yang jelek niatnya, ia berada dalam bahaya yang besar. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya dipelajari dalam rangka mengharapkan wajah Allah, namun ternyata mempelajarinya karena ingin beroleh materi dari dunia ini, ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud1)

Ini merupakan ancaman yang besar bagi orang yang jelek niatannya dalam menuntut ilmu. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ

“Siapa yang menuntut ilmu dengan tujuan untuk mendebat ulama, atau untuk debat kusir dengan orang-orang bodoh, atau untuk memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya (agar manusia memandang dirinya), maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka2.”

Telah datang pula dalam hadits yang shahih sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa ada tiga golongan manusia kelak pada hari kiamat, api neraka untuk pertama kalinya dinyalakan guna membakar mereka. Di antara tiga golongan tersebut adalah orang yang mencari ilmu dan membaca Al-Qur`an karena niat selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia belajar ilmu agar dikatakan alim, dan membaca Al-Qur`an agar dikatakan qari`.3

Oleh karena itu, wahai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai penuntut ilmu, hendaknya engkau ikhlas dalam beribadah dan meniatkannya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hendaknya pula engkau bersungguh-sungguh dan penuh semangat dalam menempuh jalan-jalan ilmu dan bersabar di atasnya, kemudian mengamalkan apa yang terkandung dalam ilmu tersebut. Karena tujuan dari belajar ilmu adalah untuk diamalkan, bukan karena ingin dikatakan alim atau pun mendapatkan ijazah. Namun tujuannya adalah agar engkau dapat mengamalkan ilmumu dan membimbing manusia menuju kebaikan, dan agar engkau menjadi pengganti para rasul dalam dakwah kepada kebenaran.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan faqihkan (pahamkan) dia dalam agamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits di atas menunjukkan keutamaan ilmu. Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan seorang hamba beroleh kebaikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memahamkannya dalam agama-Nya hingga ia dapat mengetahui mana yang benar mana yang batil, mana petunjuk mana kesesatan. Dengannya pula ia dapat mengenal Rabbnya dengan nama dan sifat-sifat-Nya serta tahu akan keagungan hak-Nya. Ia pun tahu akhir yang akan diperoleh para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari keterangan yang ada tahulah kita betapa besar dan mulianya ilmu.

Ilmu merupakan sesuatu yang paling afdhal dan paling mulia bagi orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perbaiki niatnya. Karena ilmu akan mengantarkan seseorang untuk mengetahui kewajiban yang paling utama dan paling besar, yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Ilmu juga menyampaikan seseorang untuk mengetahui hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apa yang diwajibkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian, ilmu adalah kewajiban besar yang akan menyampaikan kepada penunaian kewajiban-kewajiban yang besar. Tidak ada kebahagiaan yang diperoleh para hamba dan tidak ada keselamatan bagi mereka kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian dengan ilmu agama, berpegang dengan ilmu dan istiqamah di atasnya.

Ulama merupakan sebaik-baik manusia dan paling utama di muka bumi ini. Yang terdepan dari mereka tentunya para rasul dan para nabi ‘alaihimussalam. Mereka adalah qudwah (teladan). Mereka merupakan asas/fondasi dalam dakwah, ilmu dan keutamaan. Setelah mereka, adalah ahlul ilmi sesuai dengan tingkatannya. Yang paling tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, nama dan sifat-sifat-Nya, yang paling sempurna dalam amal dan dakwah, maka dialah orang yang terdekat dengan para rasul, paling dekat derajat dan kedudukannya dengan para rasul di dalam surga kelak. Ahlul ilmi adalah pemimpin di bumi ini, cahaya dan pelita bagi bumi. Mereka membimbing manusia menuju jalan kebahagiaan, memberi petunjuk kepada manusia menuju sebab-sebab keselamatan dan menggiring mereka kepada perkara yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala serta menjauhkan mereka dari sebab-sebab kemurkaan dan adzab-Nya. (bersambung, insya Allah)

(Dinukil Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Al-‘Ilmu wa Akhlaqu Ahlihi, Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu)

1 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud -pent.

2 HR. At-Tirmidzi, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi -pent.

3 Seperti ditunjukkan dalam hadits yang panjang, diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu berikut ini: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَنْزِلُ إِلَى الْعِبَادِ لِيَقْضِيَ بَيْنَهُمْ، وَكُلُّ أُمَّةٍ جَاثِيَةٍ. فَأَوَّلُ مَنْ يَدْعُو بِهِ رَجُلٌ جَمَعَ الْقُرْآنَ وَرَجُلٌ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَرَجُلٌ كَثِيْرُ الْمَالِ. فَيَقُوْلُ اللهُ لِلْقَارِئِ: أَلَمْ أُعَلِّمْكَ مَا أَنْزَلْتُ عَلَى رَسُوْلِي؟ قَالَ: بَلى يَا رَبِّ. قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيْمَا عُلِّمْتَ؟ قَالَ: أَقُوْمُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ. فَيَقُوْلُ اللهُ لَهُ: كَذَبْتَ. وَتَقُوْلُ لَهُ الْمَلائِكَةُ: كَذَبْتَ. وَيَقُوْلُ اللهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ ذَاكَ --- الْحَدِيْثَ

“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala pada hari kiamat nanti turun kepada hamba-hamba-Nya untuk memutuskan perkara di antara mereka. Maka yang pertama dipanggil adalah seseorang yang hafal Al-Qur`an, orang yang terbunuh di jalan Allah dan orang yang banyak hartanya. Allah berfirman kepada si pembaca Al-Qur`an, “Bukankah telah Aku ajarkan kepadamu apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku?” “Ya, wahai Rabbku,” jawab si qari. “Lalu apa yang engkau amalkan dari ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” tanya Allah. Ia menjawab, “Aku menegakkannya (mengamalkannya) malam dan siang.” Allah bersabda kepada si qari, “Engkau dusta.” Para malaikat pun berkata yang sama, “Engkau dusta.” Allah berfirman, “Bahkan engkau ingin dikatakan, ‘Fulan seorang ahli membaca Al-Qur`an’ dan sungguh orang-orang telah mengatakan seperti itu….

Dan seterusnya dari hadits tersebut, sampai pada akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُولَئِكَ الثَّلاَثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللهِ تُسْعَرُ بِهِمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tiga golongan ini merupakan makhluk Allah pertama yang api neraka dinyalakan untuk membakar mereka pada hari kiamat.” (Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi) –pent.

Penulis:
Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Manhaj, 06 Oktober 2007, 05:15:57
Sumber:
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=527




Label: Kajian Islam

Berhati-hati dengan “Salam”

Pada Kamis, Februari 28, 2008
Hidayatullah.com--Ucapan ”Assalamu’alaikum”, السلام عليكم, merupakan anjuran agama, dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat beragama, dengan salam dapat menjalin persaudaraan dan kasih sayang, karena orang yang mengucapkan salam berarti mereka saling mendo’akan agar mereka mendapat keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kalian tak akan masuk surga sampai kalian beriman dan saling mencintai. Maukah aku tunjukkan satu amalan bila dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Yaitu, sebarkanlah salam di antara kalian.” [HR Muslim dari Abi Hurairah]

Saya seringkali menerima sms atau e-mail dari beberapa kawan dan juga beberapa ustadz yang mengawali salamnya dengan singkatan. Singkatannya pun macam-macam. Ada yang singkat seperti "Asw" atau "Aslm". Ada yang sedikit lebih panjang seperti ; “Ass Wr Wb” atau “Aslmwrwb” . Namun yang sering saya dapatkan, adalah singkatan "Ass". Singkatan terakhir ini paling umum dan paling sering digunakan. Bagi saya, ini adalah singkatan yang tidak enak untuk dibaca, terlebih kalau mengerti artinya.

Marilah kita simak singkatan ini. Dalam kamus linguistik yang saya punya, arti dari kata Ass yang berasal dari bahasa Inggris itu adalah sebagai berikut;

“Ass” berarti: Pertama, kb. (animal) yang artinya keledai. Kedua, orang yang bodoh. Don't be a silly (Janganlah sebodoh itu). Dan ketiga, Vlug (pantat).

Padahal seperti kita ketahui ucapan Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh adalah sebuah ucapan salam sekaligus doa yang kita tujukan kepada orang lain. Ucapan salam dalam Islam sesungguhnya merupakan do’a seorang Muslim terhadap saudara Muslim yang lain. Maka, apabila kita mengucap salam dengan hanya menuliskan "Ass", secara tidak sadar mungkin kita malah mendoakan hal yang buruk terhadap saudara kita.

Kita paham, mungkin banyak orang diantara kita cukup sibuk dan ingin cepat buru-buru menulis pesan. Barangkali, singkatan itu bisa mempercepat pekerjaan. Karena itu, penulis menyarankan, jika memang keadaan sedang tidak memungkinkan untuk menulis salam lewat SMS dengan kalimat lengkap karena sedang menyetir di jalan, misalnya, solusinya cukup mudah adalah menulis pesan to the point saja. Tulislah “met pagi, met siang, met malam dan seterusnya. Ini masih lebih baik dibandingkan kita harus memaksakan diri menggunakan singkatan dari doa keselamatan Assalamu'alaikum menjadi "Ass" (pantat).

Jangan sampai awalnya kita ingin menyampaikan doa keselamatan yang terjadi justeru sebaliknya, mendoakan keburukan. Kalau boleh saya mengistilahkah, niat baik ingin berdoa, jadinya malah ucapan kotor.

Ucapan salam adalah ucapan penghormatan dan doa. Apabila kita dihormati dengan suatu penghormatan maka seharusnya kita membalas dengan sebuah penghormatan pula yang lebih baik, atau minimal, balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan.

Hasa saja, kalau kita mengganti ucapan kalimat salam arti awalnya sangat mulia, maka, yang terjadi adalah sebaliknya, salah dan bisa-bisa menjadi umpatan kotor.

Karena itu, jika tidak berhati-hati, mengganggati ucapan Assalamu’alaikum (Semoga sejahtera atasmu) dengan menyingkatnya menjadi “Ass” (pantat), ini mirip dengan mengganti doa yang baik dengan mengganti dengan bahasa jalanan orang Jakarta, yang artinya kira-kira, berubah arti menjadi (maaf) “Pantat Lu!”
Singkatan ala Rasulullah

Meski nampak sederhana, ucapan salam sudah diatur oleh agama kita (Islam). Ucapan Assalamu alaikum السلام عليكم dalam Bahasa Arab, digunakan oleh kaum Muslim. Salam ini adalah Sunnah Nabi Muhammad SAW, intinya untuk merekatkan ukhuwah Islamiyah umat Muslim di seluruh dunia. Mengucapkan salam, hukumnya adalah sunnah. Sedangkan bagi yang mendengarnya, wajib untuk menjawabnya. Itulah agama kita.

Sebelum Islam datang, orang Arab terbiasa menggunakan ungkapan-ungkapan salam yang lain, seperti Hayakallah. Artinya semoga Allah menjagamu tetap hidup. Namun ketika Islam datang, ucapan itu diganti menjadi Assalamu ‘alaikum. Artinya, semoga kamu terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan nestapa.

Ibnu Al-Arabi didalam kitabnya Al-Ahkamul Qur’an mengatakan, bahwa salam adalah salah satu ciri-ciri Allah SWT dan berarti "Semoga Allah menjadi Pelindungmu".

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan kamu tidak beriman hingga kamu saling mencintai (karena Allah). Apakah kamu maujika aku tunjukkanpada satu perkara jika kamu kerjakan perkara itu maka kamu akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kamu!” (HR. Muslim)

Abu Umammah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Orang yang lebih dekat kepada Allah SWT adalah yang lebih dahulu memberi Salam.” (Musnad Ahmad, Abu Dawud, dan At Tirmidzi)

Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salam adalah salah satu Asma Allah SWT yang telah Allah turunkan ke bumi, maka tebarkanlah salam. Ketika seseorang memberi salam kepada yang lain, derajatnya ditinggikan dihadapan Allah. Jika jama’ah suatu majlis tidak menjawab ucapan salamnya maka makhluk yang lebih baik dari merekalah (yakni para malaikat) yang menjawab ucapan salam.” (Musnad Al Bazar, Al Mu’jam Al Kabir oleh At Tabrani)

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kikir yang sebenar-benarnya kikir ialah orang yang kikir dalam menyebarkan Salam.” Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 86. Demikianlah Allah SWT memerintahkan agar seseorang membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik.

Bedanya agama kita dengan agama lain, setiap Muslim ketika mengucapkan salam kepada saudaranya, dia akan diganjar dengan kebaikan (pahala).

Dalam kaidah singkat menyingkat pun sudah diatur oleh Allah dan diajarkan kepada Rasulullah. Dalam suatu pertemuan bersama Rasulullah SAW, seorang sahabat datang dan melewati beliau sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum”. Rasulullah SAW lalu bersabda, “Orang ini mendapat 10 pahala kebaikan,” ujar beliau.

Tak lama kemudian datang lagi sahabat lain. Ia pun mengucapkan, “Assalamu‘alaikum Warahmatullah.” Kata Rasulullah SAW, “Orang ini mendapat 20 pahala kebaikan.” Kemudian lewat lagi seorang sahabat lain sambil mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum warahmatullah wa baraokatuh.” Rasulullah pun bersabda, “Ia mendapat 30 pahala kebaikan.” [HR. Ibnu Hibban dari Abi Hurairah].

Nah dari tiga singkatan itu silahkanAnda pilih yang mana yang Anda inginkan tanpa harus menyingkatnya sendiri yang justru bisa menghilangkan nilai pahalanya. Tentu saja, jangan Anda lupakan, tiga singkatan itu sudah rumus dari Nabi yang dipilihkan untuk kita.

Satu hal lagi yang perlu diingat adalah ketika kita menuliskan kata Assalamu'alaikum, perlu diperhatikan agar jangan sampai huruf L nya tertinggal sehingga menjadi Assaamu'alaikum.

Karena apa ? Diriwayatkan bahwa dahulu ada seorang Yahudi yang memberi salam kepada Nabi dengan ucapan "Assaamu 'alaika ya Muhammad" (Semoga kematian dilimpahkan kepadamu).

Dan kata assaamu ini artinya kematian. Kata ini adalah plesetan dari "Assalaamu 'alaikum". Maka nabi berkata, "Kalau orang kafir mengatakan padamu assaamu 'alaikum, maka jawablah dengan wa 'alaikum (Dan semoga atas kalian pula)." [HR. Bukhari]

Tulisan ini, mungkin nampak sederhana. Meski sederhana, dampaknya cukup besar. Boleh jadi, kita belum pernah membayangkannya selama ini. Nah, setelah ini, sebaiknya alangkah lebih baik jika memulai kembali menyempurnakan salam kepada saudara kita. Tapi andaikata memang kondisi tak memungkinkan, sebaiknya, pilihlah singkatan yang sudah dipilihkan Nabi kita Muhammad SAW tadi. Mungkin Anda agak capek sedikit tidak apa-apa, sementara sedikit capek, 30 pahala kebaikan telah kita kantongi. [indra yogiswara,tinggal di Jakarta/www.hidayatullah.com]




Label: Kajian Islam

Menjaga Diri Dengan Ibadah

Pada Minggu, Januari 13, 2008
“Wahai manusia sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa” (Al-Baqoroh : 21)

Wahai manusia !
“An-Nas” artinya semua manusia. Kata jamak dari “al-Insan”. Dalam bahasa Arab kata yang diawali dengan alif-lam (AL) menunjukkan arti istighaq yang berarti seluruh manusia. Seprti kata al-Hamdu, yang berarti segala pujian, al-A’mal artinya segala amalan, dan seterusnya.

Yang dimaksud adalah manusia secara keseluruhan. Baik laki-laki maupun perempuan, baik yang besar atau yang kecil, kaya atau miskin, rakyat atau pejabat, bahkan baik yang mukmin atau yang kafir sekalipun diperintah oleh Allah SWT dalam ayat ini untuk beribadah dan taat kepada-Nya dengan seruan “u’budu robbakum !”



Ayat ini termasuk ayat makkiyah dengan ciri-cirinya menggunakan kalimat nida’; “yaa ayyuhan naas”(wahai semua manusia). Kedua dengan perintah untuk mentauhidkan Allah SWT baik secara uluhiyyah dan pengenalan rububiyyah. Ciri ketiga ayat tersebut tidak menyampaikan hukum-hukum kemasyarakatan.

Allah menciptakan langit, bumi, jin, malaikat, binatang, zat padat, cair dan gas serta segala jenis makhluk. Semua makhluk ciptaan-Nya diperintahkan untuk tunduk pada perintah-Nya. Dalam ayat ini Allah hanya menyeru khusus kepada manusia, karena memang kebanyakan manusia menyimpang dari menyembah-Nya. Mayoritas manusia memang sesat dari jalan kebenaran yang diturunkan Allah sehingga perlu untuk diseru.

Sembahlah Tuhanmu !
Manusia diperintah untuk menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya semata. Perintah ibadah hukumnya fardhu’ain untuk semua manusia dan jin. Dengan seruan; u’budu robbakum ! ada pertanyaan, apakah perintah ibadah itu hanya sholat ? apakah ibadah itu sebatas baca al-Qur’an? Zakat, puasa, hajji, dzikir dan sebagainya ? Tentu tidak.

Namun bagaimana kalau amal yang tidak diperintahkan secara syar’I seperti makan, minum, berpakain dan masalah-masalah keduniaan yang lain? Jumhur ulama mengatakan tetap ada nilai ibadahnya manakala hal itu dilakukan untuk taqorrub kepada Allah SWT. Sehingga arti ibadah menjadi lebih luas.

Sedangkan Fudhail bin ‘iyadh mengatakan, bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua, yakni ikhlas dan ittiba’ rosul. Ikhlas ibadahnya tapi tidak mencontoh nabi tidak akan diterima. Demikian pula sebaliknya ibadahnya sesuai benar dengan contoh nabi tapi tidak ihklas juga tidak diterima. Antara ikhlas dan ittiba’ semuanya harus ada.

Arti ibadah secara luas yakni segala hal yang mencangkup ucapan, sifat dan perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah SWT baik secara lahir maupun bathin. Sebagaimana hal ini yang diterangkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pernyataan ikrar bahwa kita beribadah adalah ucapan kita dalam setiap roka’at di saat membaca surat al-fatihah; “hanya kepada-Mu kami menyembah ya Allah, dan hanya kepada-Mu pula kami mohon pertolongan”.

Sehingga ibadah berarti bahwa cinta dan benci hanya karena Allah, berharap hanya kepada Allah, takut hanya kepada Allah, berserah diri, tawakkal hanya kepada Allah, taat dan tunduk semata kepada Allah saja, menyandarakan cita-cita dan orientasi tertinggi hanya kepada Allah. Sebagaimana yang dikatakan syeikh Yahya al-Hakami; tidaklah dinamakan ibadah sehingga terkumpul di dalamnya tiga hal; takut, cinta dan ketundukan. Tidak dinamakan ibadah jika ia hanya takut atau hanya cinta namun tidak ada ketundukan.

Seorang ahli ibadah tidak harus selalu di atas sajadahnya. Seorang ‘abid tidak mesti melakukan ibadah ritual terus menerus tiada henti sebagaimana yang dilakukan oleh para pengikut tarikat sufiyah, dan tidak memperhatikan urusan dunia, sampai-sampai menelantarkan anak-anak dan istrinya. Tidak.

Hal seperti itu pernah terjadi pada zaman nabi Muhammad, yakni sahabat yang bernama Abu Darda’. Namun langsung diluruskan oleh sahabatnya Salman al-Farisi. Sehingga mereka menjadi manusia-manusia yang ahli ibadah sekaligus para penguasa dunia. Mereka diibaratkan sebagai malaikat di malam hari dan singa gurun di siang hari. Hati-hati mereka suci mnembus akhirat sedangkan tangan-tangannya menggenggam dunia.

Jadilah sosok-sosok unggul seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat-sahabat yang lain. Jadilah igure Abdurrahman bin Auf yang dahulunya miskin. Disamping ia ahli ibadah ia juga saudagar kaya penguasa pasar Madinah. Bilal yang sebelumnya sebagai Budak hina menjadi gubernur Madinah. Umar bin Khotob seorang yang ahli ibadah sampai syetanpun takut ketemu umar ia juga sebagai kholifah penakhluk daratan Eropa hingga Asia. Ekspansi Islam pada zamannya dari Andalusia barat hingga China timur.

Mereka adalah umat terbaik, generasi didikan langsung nabi yang terbaik dalam semua hal Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dakwah, manhaj, akhlaq, etos kerja, disiplin, tanggung jawab, dan sebagainya.

Yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu
Siapa tuhanmu? Yaitu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kita, dari bapak-ibu, kakek-nenek kita, buyut, moyang dan seterusnya. Di sini Allah SWT mendidik manusia dengan tauhid Rububiyyah. Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang maha mencipta, ia pula yang memelihara ciptaan-Nya, menjamin rejekinya, mengaturnya, menjaganya, dan maha berkuasa kepada ciptaan-Nya. Kuasa untuk menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan dan sebagainya. Tiada yang kuasa melawan kebesaran-Nya.

Setelah manusia tahu dan sadar akan tauhid rububuyyah ini maka tidak ada alasan lagi untuk tidak menyembah-Nya. Setelah tahu siapa tuhan itu sebenarnya maka tidak mungkin manusia sebagai makhluk yang lemah lalai akan perintah-Nya. Tidak patut manusia sebagai hamba yang lemah tidak taat kepada tuhan yang maha Besar. Sehingga manusia sadar dengan sesadar0sadarnya makna hidup ini; siapa yang menghidupkan dahulu, untuk apa hidup ini dan kemana hidup ini.

Agar kamu bertaqwa
Taqwa berasal dari kata: waqo – yaqi – wiqoyatan, artiya menjaga. Kita beribadah kepada Allah supaya diri kita terjaga. Terjaga dari apa? Terjaga dari dosa-dosa, terjaga dari perbuatan yang tidak pantas, terjaga dari siksa api neraka.

Arti ibadah adaalh semua yang ucapan ataupun perbuatan yang dicintai dan diridhoi Allah SWT dan arti taqwa juga menjaga diri, maka seorang abid hendaknya mampu menjaga dirinya dari segala hal yang dibenci dan tidak diridhoi Allah SWT.

Ibadah seeorang dikatakan berhasil apabila mampu mengantarkan pelakunya menjadi bertaqwa. Oleh karena itu semakin baik dan benar kualitas ibadah seseorang dia pasti semakin menjaga diri. Ia kian hati-hati agar tidak terperosok kepada hasutan hawa nafsu, terjerumus kepada bisikan syetan, maksiyyat, bid’ah dan kemusyrikan.

Seorang yang kualitas ibadahnya baik tentu semakin pula mampu menjaga abggota badannya dari dosa-dosa. Ia jaga lisannya, matanya, telinganya, tangannya, kakinya, hatinya dari sesuatu yang Allah benci. Jika tidak demikian. Maka bisa dipastikan ada yang salah dalam ibadahnya. Mungkin ibadahnya selama ini riya’, atau hanya rutunitas pragmatis, atau tujuannya hanya materi dunia, atau tercampuri bid’ah dan tidak sempurna sunnah-sunnahnya.

Mudah-mudahan semua ibadah kita bisa diterima oleh Allah SWT dan mampu mengantarkan kita kepada taqwa. Amiin ya mujibas sailin. [Mardiansyah]
Ket : Saripati ceramah Syeikh Syuraim di UII Desember 2005 berbahasa Arab.



Label: Kajian Islam

Kebangkitan Umat Dengan Ilmu dan Iman

Pada Minggu, Januari 13, 2008
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (Al-Mujadilah : 11)

Tiada seseorang yang mengenakan sifat kemuliaan kecuali ia ikut mulia. Sedangkan ilmu adalah kemuliaan sepanjang masa yang akan mengangkat pemiliknya. Bukankah Allah memulai wahyu pertama ini dengan perintah Iqro’ (: bacalah!) ? Karena membaca sebagai symbol dan dasar ilmu pengetahuan.



Yang dimaksud ilmu di sini menurut Ibnu Taimiyah adalah : Qoul Allah, Qoul rosulullah dan Qoul sahabat dan apa yang diandarkan kepadanya. Adapun yang lainnya dalam bidang agama merupakan was-was syaiton. Ibnu katsir menerangkan Allah meninggikan suatu kaum dengan ilmu yakni dengan ilmu Al-Qur’an. Sebagaimana sesuai dengan hadits nabi bahwa Allah mengangkat umat ini dengan Al-Qur’an dan menghinakan yang lain dengan Al-Quran pula. Benarlah ucapan ulama’; umat Islam ini semakin bangkit dan jaya karena berpegang teguh dengan al-Quran dan umat lain jaya karena semakin jauh meninggalkan kitab-kitab mereka.

Allah juga menolak mempersamakan orang yang memiliki ilmu dengan yang tidak. Karena orang yang berilmu jelas lebih mulia dari si bodoh. Dengan firmanNya; “……..katakanlah, adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” (Az-zumar : 9)4) artinya jelas tidak sama.

Nabi Ibrahim mendapatkan kedudukan tinggi karena ilmu hujjahnya melawan tirani raja Namrud. Renungkan pula kelebihan Adam yang dicapai di atas para malaikat adalah dengan pengetahuannya pada nama-nama. Sehingga para malaikat disuruh oleh Allah agar bersujud sebagai penghormatan kepadanya.

Apa yang dicapai oleh nabi Yusuf berupa kedudukan tinggi di atas permukaan bumi adalah lantaran ilmu. Bukan hanya ia seorang nabi anak dari seorang nabi, cucunya nabi, cicitnya nabi, moyangnya juga nabi. Melainkan penguasaannya dalam hal ilmu. Bukankah ia dahulu ditemukan sebagai anak buangan, yang dijadikan budak dan diperjualbelikan. Namun pada akhirnya ia mendapatkan kedudukan menteri hingga tahta kerajaan karena sebab pengetahuannya akan takwil mimpi, kecakapan dan strateginya menghadapi musim paceklik, cara mendapatkan saudaranya kembali dan sebagainya semua dengan sebab lantaran ilmu yang diajarkan Allah kepadanya.

“Demikianlah kami atur untuk Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya dengan undang-undang raja kecuali Allah menghendakinya. Demikianlah Allah meninggikan derajat orang-orang yang ia kehendaki dan di atas orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang lebih maha mengetahui” (QS. Yusuf : 76)

Nabi Khidir mendapatkan murid sehebat nabi Musa karena kelebihan ilmunya yang belum diketahui Musa. Nabi Sulaiman mampu menguasai kerajaan Saba’ dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaannya karena penguasaannya terhadap bahasa burung.

Nabi Dawud dapat melindungi diri dari senjata musuh sehingga mampu memenangkan pertempuran karena memiliki pengetahuan tentang cara membuat baju besi.

Nabi Isa dalam usianya yang masih belia sudah menjadi rujukan tempat bertanya dan mengadukan berbagai masalah di kalangan Bani Isroil karena sebab pengetahuannya tentang al-Kitab, hikmah dan Injil yang diajarkan Allah kepadanya.

Ibnu ‘Abbas juga menjadi tempat bertanya sebagian para sahabat lantaran penguasaannya dalam ilmu tafsir Al-Qur’an. Sahabat Usamah bin Zaid diangkat menjadi panglima perang dalam usia yang masih muda. Maka benarlah sebagaimana perkataan imam syafi’i; orang yang memiliki ilmu itu besar di mata masyarakat meskipun ia dari kalangan orang kecil, dan orang besar menjadi kecil di mata masyarakat karena ketiadaan ilmu padanya.

Diantara kemuliaan ilmu yang lain berupa akan dimuliakannya pemiliknya. Manfaatnya bukan hanya di dunia namun pahalanya akan terus mengalir sampai akhirat. Sebagaimana yang disabdakan rosulullah,
“jika anak cucu Adam meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Ketika peristiwa perang Uhud usai, rosulullah SAW menyuruh agar para syuhada’ yang hafal Al-Qur’an agar dikuburkan lebih dahulu dari yang lainnya. Rosulullah memuliakan mereka bukan hanya saat hidupnya bahkan hingga wafatnya. Tidak rosulullah mendoakan kehancuran kepada musuh dengan disyari’atkannya Qunut Nazilah kecuali ketika para sahabat yang hafal Al-Quran banyak yang dibunuh.

Bahkan bukan hanya manusia, hewan yang diajari dengan ilmu lebih mulia dari hewan yang lainnya. Bukankah anjing yang selalu menyertai ashabul kahfi dikategorikan oleh Allah sebagai binatang yang mendapat perlindungan ?

Ilmu itu dapat menyelamatkan pemiliknya. Ibrah dari burung Hud-hud yang terhindar dari hukuman nabi Sulaiman disebabkan memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki nabi Sulaiman. “………aku mengetahui sesuatu ilmu yang kamu belum mengetahuinya” (An-Naml :222).

Hewan hasil buruan Anjing yang diajari ilmu dihukumi halal dan bukan sebagai bangkai yang haram dimakan. Tentunya disaat melepas dibacakan nama Allah. Berbeda dengan hasil buruan hewan yang tidak diajari sama sekali. Hal ini menunjukkan hewan yang mendapat pengajaranpun lebih mulia dari pada yang tidak. Bukankah hewan yang diajari bermain sirkus menjadi lebih mulia dari pada sebelumnya?

Allah mengangkat raja Tholut di kalangan bani Isroil untuk melawan tirani raja Jalut (Goliat) karena Tholut memiliki keluasan ilmu dan kekuatan. Meskipun ia orang miskin namun Allah tetap memilihnya. Meski banyak protes dari bani Isroil sendiri. Sehingga musuhpun takhluk di bawah kekuasaannya.

Allah mengangkat nabi Musa ke derajat yang tinggi dengan gelar : kalimullah karena mujahadahnya, kesabaran dan kegigihannya mendakwahi kaumnya. Meskipun ia seorang nabi yang ‘nakal’ namun kebaikannya mengalahkan segala kelemahannya. Ia pernah menarik jenggot saudaranya, Harun. Ia pernah meninju orang Qibti sampai mati. Ia pernah jengkel kepada kaumnya. Namun kegigihannya terhadap ilmu menjadikan ia mulia, sebagaimana perkataannya; “ aku tak akan berhenti berjalan sebelum sampai pertemuan 2 lautan atau aku akan berjalan selama bertahun-tahun” (QS. Al-kahfi ; 60)

Berkat hikmah dan ilmu yang diberikan Allah kepada nabi Dawud dan Sulaiman berhasil menghindarkan pertikaian di antara kaumnya karena kambing-kambing ternak milik salah satu kaumnya merusak perkebunan milik kaum yang lain.20)

Orang yang baru berusaha menunutut ilmu saja diberi kemuliaan oleh Allah. Ia selalu didoakan Allah, didoakan dan dimintakan ampun oleh para malaikat, semua penghuni langit dan bumi hingga semut di liangnya, bahkan ikat di laut dan perairan ikut mendoakan karena ridho dengan apa yang ia cari. Doa-doa itu menjadi perantara penyebab keselamatan, kebahagiaan, dan keberuntungan baginya.

Orang yang berusaha menuntut ilmu syar’i akan dimudahkan jalannya ke surga. ia akan dimuliakan dari manusia awam sesamanya sebagaimana kelebihan cahaya bulan atas bintang-bintang.

Ada riwayat pula ketika Ali bin Abi Tholib ditanya tentang manakah yang lebih mulia antara ilmu dan harta. Ia menjawab lebih mulia ilmu karena;
ilmu dapat menjaga pemiliknya sedangkan harta minta dijaga
ilmu merupakan warisan para nabi sedangkan harta warisan para raja.
Ilmu semakin bertambah diajarkan sedangkan harta semakin berkurang dibagikan
Ilmu memperbanyak sahabat sedangkan harta bisa membuat pertengkaran
Ilmu itu abadi sepanjang masa sedangkan harta bisa hilang dimakan usia.
Matinya pemilik ilmu merupakan kematian orang banyak, sedangkan matinya pemilik harta tidak
Ilmu semakin banyak semakin mahal, sedangkan harta semakin banyak semakin murah
Dan masih banyak yang lain yang Allah memuliakan suatu kaum dengan ilmu ini. (Penulis: Mardiansyah, Wakil Kepala Sekolah SMA Hidayatullah Bontang)



Label: Kajian Islam

Kenikmatan Diutusnya Rosulullah SAW

Pada Minggu, Januari 13, 2008
“Sungguh Allah memberikan nikmat atas orang-orang yang beriman, ketika Dia mengutus kepada mereka seorang rosul dari mereka, agar rosul membacakan ayat-ayat Kami, dan menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an dan Al-Hikmah (as-Sunnah) karena mereka dahulunya sungguh berada dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali Imron : 164). Kandungan ayat ini sama pada surat Al-Baqoroh : 151, Al-Jum’ah : 2, al_Baqoroh : 129 dan sebagainya.



Diutusnya Rosulullah sebagai kenikmatan
Kondisi umat sebelum diutusnya rosul sebagai lahirnya agama Islam berada pada titik kehancuran. Aqidahnya penuh khurofat, akhlaqnya bejat, ekonominya melarat, politiknya pun sekarat. Otak-otak orang jahiliyah memang jahil (:bodoh), mata hatinya buta kepada kebenaran, anak-anak perempuan mereka bunuh, gemar berperang dan membunuh, minum-minuman keras, perjudian, perbudakan dan kehancuran multi dimensi.


Dengan diutusnya rosul kepada mereka merupakan nikmat yang luar biasa. Karena dengan sebab risalahnya umat manusia ini terentas dari kerendahan moral jahiliyah menuju cahaya akhlaq Islam yang mulia. Akhlaq mereka menjadi luhur, perangai mereka menjadi lembut, menjadi manusia yang paling dalam ilmu dan pemahaman agamanya, paling baik hatinya, paling sedikit bebannya, paling fasih lisannya, dan paling kuat hujjahnya.


Darah dan kehormatan mereka menjadi sangat terjaga, mereka menjadi orang yang paling sabar dalam derita dan cobaan, generasi paling ikhlas dalam berbuat, paling ridho dengan ketentuan Allah, dan paling bisa bersyukur dengan nikmat yang ada. Derajat keimanan mereka tidak mampu tertandingi oleh generasi sesudahnya. Sebagaimana sabda rosulullah; “Seandainya mereka berinfaq hanya 2 telapak tangan berupa gandum, niscaya tidak akan mampu kalian tandingi meskipun kalian berinfaq dengan 2 gunung Uhud berupa emas”.


Nikmat yang terbesar yang dikarunikan Allah kepada orang yang beriman di samping kenikmatan lahir dan bathin adalah diutusnya rosulullah SAW ke muka bumi. Karena dengan adanya rosul menjadi jelaslah siapakah sebagai figur nyata, siapakah yang harus diteladani dalam praktek menjalani hidup ini. Jadi diutusnya nabi dan rosul merupakan nikmat agung dan bukan sekedar dongeng atau cerita kosong. Sudah diberi contoh saja manusia masih banyak yang mengingkari, bagaimana seandainya tidak ada contoh ?
Dengan demikian tumbanglah keyakinan orang-orang yang menjadikan panutan mereka berupa manusia, baik tokoh, paraktisi, pimpinan organisasi, artis, ustadz, kyai ini dan itu dan sebagainya.

Karena tauladan yang mutlaq itu hanya satu, yakni rosulullah saw. Dan meneladani rosulullah hukumnya wajib. Sebagaimana firman Allah: “Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku” (QS. Ali-Imron : 31) dan ayat berikutnya, “Dan taatilah Allah dan rosul, maka jika kalian berpaling, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir”. (QS. Ali-Imron : 32). Meneladani rosulullah berarti meneladani dalam agama ini; dalam hal beraqidah, beribadah, bermanhaj, berdakwah, berakhlaq bahkan bermuamalah.
Mengapa diutusnya seorang rosul dari kalangan “Ummy” (Arab)? Karena bangsa Arab berada dalam kondisi klimaknya dalam kesesatan. Agama tauhid nabi Ibrahim sebagai nenek moyang mereka ganti dengan penyembahan berhala, ahlul kitab mereka merobah-robah isi kitab sebelum Al-Qur'an, menyelewengkan maknanya, dan huruf-hurufnya. Mereka menanamkan keraguan sesudah datangnya keyakinan, melakukan kejahatan sesudah datangnya kebenaran.


Dengan diutusnya rosulullah, kaum muslimin menjadi penguasa hampir dari sepertiga dunia. Super power Persia dan Romawi ketika itu pun tumbang. Karena agama Islam yang dibawanya sebagai agama yang mengangkat harkat dan martabat umatnya ke puncak kemenangan dan kejayaan.
Sebagaimana firman Allah : “Dialah (Allah) yang mengutus rosul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq, agar dia menangkan atas segala agama. Meskipun orang-orang kafir tidak suka” 8) (QS As-Shoof : 9)


Membacakan ayat-ayat Allah
Rosulullah membacakan ayat-ayat al-Quran (tanziliyah) maupun ayat-ayat di alam semesta (kauniyah). Untuk apa? Pertama; dan merupakan yang paling penting, yaitu agar manusia menyembah hanya kepada allah SWT semata, agar semua manusia mentauhidkan Allah SWT dan tidak berbuat syirik.Sehingga manusia berbuat kebajikan, memilih petunjuk dari pada kesesatan, menempuh kebenaran dan menjauhi kebatilan, memilih surga dari neraka.
Kedua; untuk menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu adalah sebuah kebenaran. Sebagaimana firman-Nya; “Dan akan aku perlihatkan kepada mereka tentang ayat-ayat Kami di ufuk-ufuk langit maupun pada diri mereka sendiri sampai jelas bagi mereka bahwasanya Al-Qur'an adalah kebanaran” 11) (Fusshilat : 53)


Menyucikan diri / Tazkiyah
Akhir-akhir ini memang lagi nge-Trend istilah tazkiyatun nufus (:penyucian jiwa) dengan berbagai training, ceramah, dan tulisan. Seperti MQ, ESQ, acara dzikir, refleksi dan sebagainya. Karena memang Tazkiyah sendiri merupakan misi rosulullah diutus. Sebagaimana sabda beliau :“dan tidaklah aku diutus melainkan agar menyempurnakan akhlaq yang mulia”( HR. Bukhory).


Ada 7 tazkiyat yang diajarkan rosul*), yaitu :
1. Tazkiyah dari syirik kepada tauhid
Semua nabi dan rosul misinya sama, yakni menegakkan tauhid dan menghapuskan syirik.
“Dan sungguh Aku telah mengutus pada setiap umat dengan seorang rosul supaya; sembahkah Allah dan jauhilah thoghut” 13) (An-Nahl : 36).
Dalam hal ini sudah jelas apa yang terjadi pada zaman rosul. Agama pagan (berhala) masyarakat Arab kala itu ditunjukkan dengan banyaknya berhala yang bertengger di sekitar Ka’bah lebih dari 360 buah. Sehingga nabi menghancurkannya setelah Futuh Makkah. Berbagai bentuk kesyirikan tersebut berupa; sihir, tathoyyur, jimat, tangkal, perdukunan, meramal nasib, mengagungkan benda bertuah, dan sebagainya.
Nabi Sulaiman menegakkan tauhid dan menghapus agama Zoroaster (penyembah matahari dan api) orang-orang Saba’. Beliau juga menghancurkan penyembahan kepada jin dan sihir.
Nabi Musa melawan penyembahan manusia kepada manusia, yaitu Fir’aun. Menghancurkan penyembahan orang-orang Bani Israil kepada anak sapi.
Nabi Ibrahim pun demikian. Ia sendiri yang menghancurkan patung-patung berhala dengan kapak meskipun dengan resiko dibakar api oleh raja Namrud. Beliau juga menentang kepada ayahnya sendiri yang membuat berhala.
Nabi Isa menhapuskan syirik bangsa Bani Israil yang menganggap dan menyembah malaikat sebagai anak tuhan.
Nabi Nuh mengajak kaumnya selama 950 tahun agar hanya menyembah kepada Allah semata. Dan meninggalkan pemujaan kepada patung orang-orang sholeh; Wadd, Yaghuts, Ya’uuq, Yasr, Nasr, Hubbal, Manat, Latta dan sebagainya. Dan seluruh nabi-nabi yang lain juga demikian.


2. Tazkiyah dari riya’ kepada ikhlas
Nabi bersabda; “Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian (wahai sahabat) adalah syirik kecil, yaitu riya’” (HR. Ahmad).
Dan gambaran bahaya riya’ sebagai syirik kecil itu sangat halus. Lebih tersembunyi dari keberadaan semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam yang kelam. Rosulullah saja takut akan riya’, sahabat nabi saja sebagai generasi terbaik (:khoirul qurun) saja takut terjangkit riya’, seharusnya apalagi kita. Namun kenapa kadang-kadang kita suka sekali dengan yang namanya pujian dan sanjungan manusia. Kenapa sering kali kita setiap berbuat hitung-hitungannya hanya uang dan uang. Dan jarang sekali yang mampu memurnikan keikhlasan dalam beramal.
Imam at-Tsaury berkata: “tidak ada suatu amal yang berat bagiku melainkan mengikhlaskan niyat dalam setiap kali berbuat” Oleh karena itu apabila manusia berinfaq niyatnya agar disebut dermawan, mengajar agama dan membaca Al-Qur'an agar dikenal ‘alim, berjuang di jalan Allah agar disebut sebagai pahlawan maka merekalah golongan yang akan masuk neraka pertama kali.


3. Tazkiyah dari dusta kepada kejujuran
Dusta adalah pangkal segala kejahatan. Jujur adalah pangkal segala kebaikan. Sifat jujur ini telah dicontohkan oleh rosulullah yang mana beliau dikenal sebagai As-Shiddiq dan Al-amin. Bahkan saat hijrah ke Madinah pun rosulullah masih dipercayai orang Quraisy untuk menitipkan barang. Tiada pernah orang berdusta kecuali ia munafiq. Karena ciri-ciri munafik adalah;
Jika berkata, berdusta. Jika berjanji, mengingkari. Jika dipercaya, khiyanat.17 Jika berdiri sholat, malas. Jika sholat, tidak berdzikir dan khusyu’. Jika beramal, riya’. Jika bermusuhan, curang.
‘Aisyah ditanya : “Apa akhlaq yang paling jelek?” Ia manjawab; “Dusta”. Ketika rosulullah berjalan di pasar, beliau mendapatkan pedagang yang mencampur tepung basah dengan tepung kering untuk menipu pembeli. Kemudian beliau bersabda; “barang siapa yang berdusta ia bukan golongan kami”.
Bahkan orang yang berdusta mengatas namakan nabi juga diancam dengan sabda beliau; “ barang siapa yang berdusta atas namaku, maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”.
Rosulullah bersabda : “Jujur itu mengantar kepada kebaikan, dan kebaikan mengantar kepada surga. Tiada seseorang selalu jujur kecuali pasti dicatat sebagai orang yang jujur. Dan dusta itu mengantar kepada keburukan, dan keburukan mengantar kepada neraka. Tiada seseorang selalu berdusta kecuali pasti ia dicatat sebagai pendusta”.


4. Tazkiyah dari Khiyanat kepada Amanah.
Orang yang tidak amanah itu merusak. Pejabat yang dipercaya rakyat lantas tidak amanah juga merusak. Karena orang yang tidak amanah adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Selalu menghindari masalah dan menjadi tanggungan orang lain. Menjadi beban orang lain, meminta-minta dan tidak tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tidak pula kepada anak, istri dan kewajiban-kewajiban terhadap manusia maupun Allah SWT.
Seorang suami yang tidak amanah, menyengsarakan seluruh keluarganya. Kita tidak bisa bayangkan seandainya pemimpin-pemimpin di atas keluarga juga berkhianat atas kepercayaannya, bagaimana kehancurannya. Jika kepala sekolah, kepala desa, camat, bupati, walikota, gubernur, polisi dan presiden tidak lagi amanah, betapa mengerikan akibatnya.


5. Tazkiyah dari Takabbur kepada Tawadhu’
Kibir alias sombong itu apa? Banyak orang yang mempersepsikan dengan macam-macam, seperti : kalau jalannya cepat, sandal dan bajunya bagus, terlalu PD, kendaraan dan assesoris rumahnya mewah, dan sebagainya. Padahal criteria sombong sudah disefinisikan oleh rosulullah sendiri; “Batrul haqq wa ghomtun naas”, menolak kebenaran dan melecehkan manusia.
Jadi kalau sudah disampaikan kebenaran, ini ayatnya begini, ini haditsnya, ini tauhid - ini syirik, ini sunnah ini bid’ah, dan kemudian tidak terima, maka dialah orang yang sombong. Dan melecehkan orang yang menyampaikan; ustadznya kurus, anak kemarin sore, orang pinggiran yang tidak punya title dan miskin, sok alim dan celaan-celaan yang lain. Inilah orang sombong yang tulen.
Dan orang-orang yang sombong kelak diancam dengan neraka meskipun kadar kesombongannya hanya sebesar biji sawi. Karena kesombongan dan keagungan adalah pakaian dan selendangnya Allah dan barang siapa yang merebutnya maka Allah akan menga-‘adzabnya.


6. Tazkiyah dari Tahajur kepada Tarohum
Haram hukumnya bagi seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari 26). Karena kalau saling menjauhi yang terjadi adalah kelemahan dan kekalahan barisan kaum muslimin. Kasih sayang dan tolong menolong adalah pilar kuatnya umat Islam. Sifat kebersamaan dan saling bersatu ini pernah dilakukan oleh rosulullah dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor.
Kebersamaan kaum muslimin seperti tergambar dalam barisan sholat, atau satu bangunan yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan, atau seperti satu anggota tubuh manakala yang satu sakit maka yang lainnya ikut merasakan sakit. Jalan terciptanya tarohum diantaranya dengan saling memberi hadiah, menyambung silaturahim, membantu orang susah, menutupi aib saudaranya, dan lemah lembut dalam perangai.


7. Tazkiyah dari akhlaq yang buruk kepada akhlaq yang baik
Akhlaq yang mulia adalah sebaik-baik bekal agar dimasukkan ke surga. Sebagaimana sabda rosulullah ; “Sesungguhnya yang paling banyak mampu memasukkan surga adalah akhlaq yang baik……..” (HR. Bukhory)
Akhlaq yang baik diantaranya; ramah, suka menolong orang yang membutuhkan, empati kepada sahabat, rajin, kreatif, pemberani, visioner, tanggung jawab, kerja sama tolong menolong dalam kebaikan, dan sebagainya. Sedangkan akhlaq yang buruk seperti; bakhil, bengis, egois, malas, penakut, pecundang, putus asa, bermental cengeng, boros, ceroboh, mudah tersinggung, emosional, serakah dan sebagainya.
Akhir kata
Inilah kenikmatan yang dikaruniakan Allah kepada kita dengan diutusnya rosulullah SAW. Masalahnya sekarang adalah: maukah kita semua memetik nikmat-nikmat yang agung ini ??? [Penulis: Mardiansyah; Wakil Kepala Sekolah SMA Hidayatullah Bontang]



Label: Kajian Islam

Tawakkal Itu Manis

Pada Minggu, Januari 13, 2008
“Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Dia akan memberi kalian rizqi sebagaimana memberi rizqi kepada burung. (yang) pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang”
(Hr. Ahmad, dalam Musnadnya I/52)



Tawakkal itu manis
Allah berfirman memberi kabar gembira kepada hamba-Nya yang bertawakkal;

“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya” (At-Tholaq:3)
Di kalangan ulama salaf, Imam Syutair berkata kepada Masruq; “Sesungguhnya di dalam al-Qur’an yang paling membuat kami bahagia adalah ayat ini. Lalu sahabatnya pun berkata; ‘engkau benar” (Hilyatul auliya’ : 2/95)(Tarjamah Tawakkal, bnu Abid dunya:126)

Jika hari berganti, rizqipun berganti. Takkan lepas jatah rezqi seorang hamba meskipun masih di ujung langit yang tinggi. Karena Allah maha pemberi rezqi. Dia malu manakala ada hamba-Nya yang memohon belas kasih lantas Dia tega membiarkannya tanpa memberi. Percayalah……..Tiada kehidupan kecuali pasti ada rezqi. Sebagaimana firman-Nya : “Dan tiada satu binatang melatapun di bumi kecuali Allah yang menjamin rezqinya” (QS.Huud:22)

Tawakkal memiliki 2 unsur, yaitu yakin dan ridho. Yakin bahwa usahanya diperkenankan Allah, ridho dengan hasil akhir yang ia peroleh setelah berusaha. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW ; “Sesungguhnya Allah menjadikan kelapangan dan kebahagiaan ada pada keyakinan dan keridhoan. Dan menjadikan kesusahan dan kesengsaraan ada pada keraguan dan kebencian (terhadap qodho’).(Madarijus salikin II/150). Bertawakkal dengan benar merupakan sebab dalam mendapatkan rezqi dan manfaat. Bertawakkal dengan benar adalah meyakini bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih menjamin dari pada sebab usaha itu sendiri.

Manisnya tawakkal menjadikan seseorang menjadi ridho dengan apa yang diberikan Allah. Ia yakin Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuknya. Jika ia tidak diberi rezqi, bukan berarti Allah benci. Kekayaan bukanlah pertanda bahwa Allah memuliakan, begitu pula kemiskinan bukanlah tanda kebencian kepada seseorang. Karena ada hal-hal yang Allah tidak memberi jatah kepada manusia karena untuk kemashlahatan manusia itu sendiri. Seperti; tidak terbang layaknya burung, tidak hidup di air sepeti ikan dan sebagainya.

Barang siapa yang berdo’a ;”Dengan nama Allah saya bertawakkal, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Maka akan dikatakan kepadanya di saat itu pula; engkau telah dilindungi, dicukupi, dijaga, dan dijauhkan dari syetan” (HR. At-Tirmidzi)

Betapa banyak manusia yang bersandar kepada kekuatannya sendiri lalu Allah membiarkannya binasa. Betapa banyak orang yang tidak ridho kepada qodho’ Allah, sehingga Allah menghalangi rahmat-Nya, lalu ia dibiarkan kecewa pada akhirnya. Dan betapa banyak pula manusia yang bertawakkal sehingga Allah menyayangnya dan menjadikan dunia ini bertekuk lutut, datang kepadanya secara tunduk dan patuh. Orang yang bertawakkal dalam segala hal akan dijadikan manusia yang dibutuhkan. Bagaimana tidak dibutuhkan, sedangkan angan-angan dan harapannya hanya kepada Allah yang maha kaya lagi terpuji.

Sejak seorang muslim bertawakkal, ia tidak akan gusar dengan rejeki yang datang terlambat, atau tidak kalap dengan ekonomi yang seret.

Tawakkal bukan malas
Akan tetapi, pada akhir-akhir ini ada pemahaman yang salah yang disusupkan kepada kaum muslimin akan arti tawakkal yang benar. Yakni, berdalih tawakkal untuk melegitimasi kemalasannya. Bahkan kita dapatkan ada yang menuduh bahwa Islam adalah dogma kemalasan, mengajarkan umatnya berpangku tangan, ongkang-ongkang kaki, apatis dan tidak peka dalam tanggung jawab. Dengan bukti kemiskinan, kebodohan, kekalahan dan keterbelakngan umat islam dalam konstelasi peradaban. Jika tuduhan ini yang terjadi, maka tentu sangat berbahaya.

Tuduhan di atas sangat tidak benar. Justru Islam dengan mengajarkan tawakkal menjadikan para sahabat dan para pendahulu Islam ini jaya. Tawakkal merupakan sebuah prinsip yang wajib dipegang oleh setiap muslim. Dengan tawakkal ini Allah menangkan mereka dalam berbagai pertempuran, memimpin peradaban selama berabad-abad lamanya meskipun mereka dahulu berasal dari kalangan orang rendah, serta menjawab berbagai tantangan dan kesulitan hidup.

Tawakkal bukan justru menyerah sebelum usaha. Tawakkal bukan justru mewariskan sifat lesu, loyo, malas dan statis. Karena beriman kepada qodho’ dan qodar justru membuat seorang muslim lebih aktif berusaha menggapai kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Karena Allah berfirman ;

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang melihat apa yang akan diperbuatnya besuk……..” (Al-Hasyr : 13)

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa anggapan orang bahwa iman kepada qodho’ dan qodar sebagai penyebab terpinggirnya umat Islam dari peradaban modern tidaklah benar. Beriman kepada taqdir Allah justru melahirkan sikap antisipatif, sikap penuh strategi perencanaan dan berpandangan menembus masa depan (visionaer). Orang yang bertawakkal bukanlah orang yang hanya berpangku tangan. Dan hendaknya siapapun harus kreatif berkarya dan bukan menganggur. Sekecil dan seremeh apapun pekerjaan apabila hal itu halal hendaknya tetap ditempuh. (sebagian Ringkasan tulisan DR.Daud Rasyid MA, Fenomena Sunnah di Indonesia 185)

Terbukti saat Umar melihat seseorang yang hanya berdo’a dan menengadahkan tangan di masjid dengan alasan tawakkal namun ia tidak bekerja, maka Umar melempar dia dengan seraya berucap; bekerjalah dan jangan hanya menengadahkan tangan, karena langit tidak serta merta menurunkan emas.

Tawakkal tidak menolak sebab
Tawakkal tidak lantas berarti meninggalkan sebab-sebab datangnya rezqi. Rosulullah SAW menempuh strategi dan perencanaan dalam hidupnya. Beliau bekerja dan berdagang. Beliau membuat baju besi agar terlindungi di saat pertempuran, menggali parit khondaq untuk pertahanan, menguasai mata air Badar dalam perang Badar, menempatkan pasukan pemanah di puncak bukit di kala perang Uhud, menikahi beberapa wanita dari lintas suku agar dakwahnya diterima, dan masih banyak lagi. (Ringkasan Siroh Nabi)

Sebagaimana dalam riwayat, ada seseorang datang menghadap beliau namun ontanya tidak diikat dengan menyatakan tawakkal. Rosulullah kemudian bersabda; “ikat dulu baru tawakkal” (HR. Ibnu Hibban dari Amr bin umayyahad-darimi) (Hr. At-Thobrony dari Amr bin umayyah) (Al-Hikyah 8/390) Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan; “tidak dinamakan tawakkal kecuali setelah adanya upaya dan ditempuhnya sebab”.

Menempuh sebab tidak berarti mengurangi arti tawakkal. Dan tentu sebab yang ditempuh haruslah syar’i. bukan sembarang sebab. Kalau orang yang meninggalkan sebab-sebab rezqi dengan alasan tawakkal, berarti sama saja ia mengingkari sunnatullah. Seperti bagaimana bisa segera sembuh dari penyakit sementara ia tidak berobat. Bagaimana bisa kenyang dengan tanpa makan, ingin pandai dengan tanpa belajar, ingin kaya tapi berpangku tangan, ingin punya anak tanpa menikah, ingin mulia tapi tanpa upaya, dan seterusnya.

Nabi bersabda;
“Berobatlah wahai anak cucu Adam, sesungguhnya Allah tidak membuat suatu penyakit kecuali dibuatkan pula obatnya. Kecuali penyakit pikun” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll) (Al-jamu’us shoghir No.3271)

Allah juga berfirman;
“Jika sholat telah ditunaikan, maka bertebaranlah ke pelosok bumi dan kaislah rezqi Allah dan berdzikirlah kepada-Nya banyak-banyak agar kalian beruntung” (Al-Jum’ah : 10)

Keutamaan Tawakkal
1. Dicukupi rezqinya dan dimudahkan urusannya
“dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya” (At-Tholaq:3)
Artinya Allah menyelamatkan dan melepaskannya dari kesusahan dunia maupun akherat, dan Allah memberinya rezqi dari arah yang tidak disangka-sangka.

2. Dilindungi dari godaan syetan
“Sesungguhnya tiada baginya (syetan) memiliki kuasa untuk menggoda atas orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bertawakkal kepada tuhannya” (An-Nahl : 99).
3. Menjadi orang yang kuat dan tangguh
“Barang siapa yang ingin menjadi orang terkuat, hendaknya dia bertawakkal kepada Allah” (Az-Zuhd ;Imam ahmad hal 295) (Ihfaus sa’adah 9/388)
Manusia terkadang terguncang jiwanya di saat harta andalannya hilang, kadang - kadang juga putus asa saat pekerjaannya lepas, terpukul ketika sandaran posisinya tergeser, atau orang yang menjadi tumpuan harapannya binasa. Hal ini berbeda dengan orang mukmin yang ketergantungan harapannya hanya semata –mata kepada Allah SWT.

4. Dapat menolak kejahatan
Ketika nabi Yusuf dilempar ke dalam sumur beliau membaca; hasbunallohu wani’mal wakil, sehingga diselamatkan oleh Allah.
nabi Ibrahim juga mengucapkan pernyataan tawakkal seperti nabi yusuf juga diselamatkan dari kobaran api. (Tafsir Ibnu Jarir dalam tafsirnya).
‘Aisyah juga membaca do’a tersebut, Allah selamatkan dari fitnah haditsul ifki (issu bohong) yang dilontarkan oleh orang-orang munafiq kepadanya. (Tafsir Ibnu Katsir 1/431)

5. Dapat mendatangkan manfaat
Rosulullah mengajarkan do’Al-Qur'an keluar rumah dengan membaca;
“Dengan nama Allah aku bertawakkal kepada Allah, tiada kekuatan dan upaya kecuali atas izin Allah SWT…..” maka syetan pun berkata kepada teman-temannya seraya berputus asa; “apa yang bisa kalian perbuat dengan seseorang yang telah dijaga Allah?” (As-Suyuthi, dalam Jami’ul Jawami’ 1/1080)
Kesucian hati Umar bin khotob setelah masuk Islam adalah dengan memenuhi sifat tawakkal. Sehingga Allah memberikan kemuliaan kepadanya. Tidaklah Umar melewati suatu lorong kecuali syetan menghindarinya dan mencari lorong yang lain. (Tawakkal, Ibnu Abid dunya/tarjamahannya hal 74)

Pesimis musuh tawakkal
Allah mengharamkan sifat pesimis dan putus asa (QS.Az-Zumar :53). Sebaliknya Allah memuji orang yang optimis menatap kehidupan dengan sikap optimis, positif thinking, dan berlapang dada. Karena Allah tergantung pada persangkaan hamba-Nya. (Hadits Qudsi). Allah juga memberi kabar gembira dengan ampunan dan karunianya (QS. Al-Baqoroh :268), janji yang openuh harapan bahwa bumi Allah itu luas (QS Az-Zumar : 10) (QS Al-Ankabut : 56). Dan karunia-Nya tidak terbatas. (QS. Al-Baqoroh :268).

Namun pada kenyataan yang ada, betapa banyak orang yang melakukan aborsi karena takut tidak bisa menghidupi bayi, banyak pula manusia yang gamang akan masa depannya, banyak yang stress menghadapi problematika hidup, menenggak racun serangga, bunuh diri dan sebagainya. Wal’iyadzu billah.

Khotimah
Ali bin abu tholib berkata : “Barang siapa bersandar kepada hartanya, maka ia akan berkurang. Barang siapa yang bersandar pada akalnya maka akan sesat, barangsiapa yang bertumpu pada jabatan kedudukannya maka ia menjadi hina, dan barang saipa yang bersandar kepada Allah SWT maka ia tidak akan kurang, sebab Allah akan mencukupinya, ia tidak akan sesat dan tidak pula terhina”.
Seorang penyair berkata:
Bertawakkallah kepada Ar-Rohman dalam semua urusan.
Janganlah di suatu hari engkau bosan untuk meminta-Nya
Tidakkah engkau lihat, bahwa Allah berfirman kepada Maryam;
Dan guncanglah pangkal pohon korma meski batangnya kokoh.
Maka akan jatuh buahnya.
Dan andaikan Dia ingin, dia akan mendekati pohon kurma itu tanpa mengguncangnya untuk Maryam.
Akan tetapi segala sesuatu pasti ada sebabnya. (Tawakkal, Ibnu Abid dunya/tarjamahannya)



Label: Kajian Islam

Jadilah Anak Anak Akhirat

Pada Minggu, Januari 13, 2008
Dari Ibnu ‘Umar r.a. berkata, Rosulullah pernah menepuk pundakku seraya bersabda: “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau musafir dalam perjalanan”, maka Ibnu ‘Umar berkata: “Jika kamu berada di pagi hari janganlah menanti datangnya sore hari, dan jika kamu di sore hari janganlah menunggu datangnya pagi. Pergunakanlah waktu sehatmu untuk menghadapi sakitmu dan hidupmu untuk mengahadapi ajalmu” (HR. Bukhory) (HR. Bukhory, Shohih Bukhory Bab.10 Ar-Riqoq no.6416)
(Syarah Arbain Nawawi Oleh Syeikh Sholih al-Utsaimin hadis ke-40)
(Subulus Salam, Syarah Bulughul Marom, Imam Nawawi hadits no.1386).



Faidah hadits ini:
ZUHUD
1. Betapa bagusnya akhlaq Rosulullah dalam bergaul dan menyampaikan nasihat kepada sahabat yang dibawah usianya. Yakni dengan menepuk pundak sebagai tanda bagusnya perangai. Dari hadits ini bisa diambil tauladan bahwa hendaknya seorang muslim agar memiliki perilaku yang mulia sebagaimana nabi Muhammad SAW..
2. Betapa bagusnya nasihat dalam hadits ini untuk memotong angan-angan yang panjang tentang dunia. Dengan mengingatkan bahwa dunia ini bak persinggahan sejenak. Seperti orang lewat atau menyeberang jalan. Peringatan tentang kehidupan dunia yang di akhiri dengan mati menuju kehidupan yang abadi. Supaya kemudian lebih memikirkan tentang akhirat. Sebagaimana yang ada pada kehidupan para sahabat. Mereka banyak bertanya tentang akhirat. Mereka banyak menangis, banyak berfikir, bersedih, berbahagia, bersungguh-sungguh mengenai akhirat. Yang mana hal ini berbeda pada zaman sekarang ini; yang banyak dibicarakan, dipikirkan, ditanyakan, ditertawakan, disedihkan, dimakan, diributkan, dan diperlombakan hanya dunia belaka.
3. Jika yang ada di ubun-ubun seseorang hanya dunia maka ia akan lupa akhirat. Ia akan semakin rakus terhadap dunia ini. Sehingga tidaklah heran timbul kehidupan yang saling menjegal, saling sikut-menyikut, saling menjatuhkan, saling kejar-kejaran demi mendapat kekayaan. Begitu dunianya terusik sedikit, pedanglah yang terhunus. ‘iyadzan billah.
4. Dalam hadits ini juga memberikan nasihat agar manusia tidak mengambil dari dunia ini kecuali sebagai bekal perjalanan. Sebagaimana musafir yang mengadakan perjalanan.. Dan supaya mengambil dunia ini secukupnya. Cukup bukan berarti sedikit. Dan bukan berarti seorang mukmin dilarang mempunyai tempat tinggal, kendaraan, dan harta kekayaan. Bukan. Karena perintah zuhud di sini ada pada masalah hati. Karena bisa jadi orang kaya namun hatinya tidak terpaut dan tergantung pada dunia sama sekali. Sebaliknya justru ada orang yang miskin tapi rakusnya bukan kepalang.
5. Nabi memerintahkan zuhud terhadap dunia dan melarang panjang angan-angan terhadapnya, karena orang yang panjang angan-agannya itu sangat berbahaya. Yaitu, berangan-angan dan berandai andai, berfikir seandainya punya banyak harta maka akan beli begini, begitu, akan menguasai ini, itu, andai kata, jikalau dan seterusnya. Sebagaimana hadits nabi: “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas maka ia akan mengharapkan dua lembah berikutnya. Dan tiada yang bisa menutup mulutnya kecuali debu/tanah” 2).(HR.Bukhory) Maka ia semakin thoma’ akan dunia, mudah iri dengki, sakit hati serta riya’. Malas ibadah, malas mengkaji wahyu Allah, dan beramal sholih.


ORANG ASING
6. Orang asing tentu tidak mungkin menetap dalam suatu negeri. Ia pasti kembali ke kampung halamannya. Ia pasti rindu kepada rumah aslinya. Orang asing ibarat tamu di negeri perantauan. Ia tentu sopan, ramah, mentaati dan menghormati si tuan rumah. Selalu waspada dan berhati-hati di negeri orang. Seorang mukmin tentu lebih rindu memasuki surga. Ia rindu reuni dengan kawan-kawannya di sana.
7. Seorang muslim beriman bahwa di dunia ini ia hanya singgah sebentar dan kelak akan kembali kepada Allah di akhirat. Sebagaimana yang diriwayatkan bahwa suatu ketika Abdullah bin Mas’ud pernah melihat rosulullah tidur di atas anyaman daun kurma lalu terlihatlah bekas guratan anyaman di punggungnya. Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “wahai rosulullah bagaimana seandainya aku buatkan kasur untukmu?”maka beliau bersabda :”tidaklah aku dan dunia ini melainkan ibarat seorang musafir yang istirahat sejenak di bawah pohon lalu kembali berjalan meninggalkannya..” 3).(HR Turmudzi, hasan shohih, Riyadzus sholihin no. 486).
8. Karena hidup di dunia ini nisbi dan pasti diakhiri mati, maka seorang muslim seharusnya rindu akan kampung akhiratnya di surga, yang mana dahulu nenek moyang kita nabi Adam as pernah menyinggahinya. Ia di dunia ini dari Allah dan kelak kembali lagi kepada-Nya. Dunia dan segala fasilitasnya juga milik Allah yang dititipkan sesaat. Ia tamu di bumi Allah. Seorang tamu yang baik tentunya harus taat atas aturan tuan rumahnya. Tidak mungkin tamu berbuat macam-macam di rumah orang. Dan tuan rumah sekaligus tuan bumi ini adalah Allah. Bumi ini milik Allah dan Allah memberikan aturan di atasnya berupa Al-Qur’an dan Sunnah. Seorang tamu yang baik tentu tidaklah sembarangan berulah di rumah orang, demikian pula seorang mukmin tentu lebih waspada agar tidak melakukan dosa-dosa di bumi Allah.


MUSAFIR
9. Kita diperintah Nabi agar menjadi seperti seorang musafir. Orang yang melakukan perjalanan alias musafir tentu ingin selamat sampai tujuan dan tidak mendapatkan kecelakaan. Demikian pula seorang muslim menginginkan kembali kepada Allah dengan selamat memasuki surga dan terbebas dari siksa neraka. Terhindar dari segala bala’ di dunia berupa fitnah harta, jiwa dan pembunuhan. Terhindar dari siksaan di akherat berupa siksa kubur, dahsyatnya makhsyar, jembatan shirot, huru hara hari kiyamat dan sampai akhirnya selamat memasuki surganya Allah ta’ala.
10. Seorang musafir tentu pula berhitung sebelum melangkah pergi. Ia persiapkan segala bekal yang diperlukan. Ia baru yakin memulai perjalan saat dipandang bekalnya memadai. Tidak mungkin asal jalan. Berbekal 1000 dan 2000 perak. Itu baru perjalanan dunia. Apalagi seharusnya yang dilakukan untuk melakukan perjalanan akhirat. Yang mana sehari di dunia setara 1000 tahun akhirat.4) Yang disebutkan dalam alQur’an: Kholidiina fiiha abadaa, kekal abadi selama-lamanya.5). Seorang hamba seharusnya lebih mempersiapkan bekal amal menuju Allah SWT. Sebab semua harta, anak, istri, kerabat, rumah, dan semuanya akan kita tinggal. Dan ini adalah kepastian. Siapapun tiada bisa menghindar. Rela atau terpaksa, ia kelak pasti mati menuju alam abadi.
11. Inilah pidato yang menyentuh hati seorang kholifah, Umar bin Abdul ‘Aziz: “Jika demikian, maka keinginan seorang yang asing adalah berbekal. Tidak mungkin tidak berbekal. Dan ketahuilah bekal untuk akhirat adalah amal sholih. Ingatlah firman Allah SWT: “dan berbekallah kalian, maka sebaik-baik perbekalan adalah taqwa” 6).(Syarah Bulughul marom)
12. Sifat lain seorang musafir adalah bersungguh-sungguh dalam safarnya. Ia ingin mencapai tempat tujuannya dengan segera, dengan biaya dan tenaga yang efektif dan seefisien mungkin. Dan tidak mungkin ingin berlama-lama dalam safar. Bagaimana mungkin manusia sampai kepada surga sementara tak pernah melangkah. Seorang yang faham tentu lebih bersungguh-sungguh dalam ibadahnya. Sehingga tidak mungkin sholat dengan seenaknya, puasa seadanya, membaca al-Qur’an semaunya, dan serba spontanitas. Tidak mungkin. Tidak ingin pula ia berlama-lama di neraka untuk menerima balasan dosa-dosa. Ia tentu ingin sampai ke surga dengan segera dan aman sentausa.
13. Di saat mampir di persinggahan akhirat ini tentu seorang yang sholih mempergunakannya dengan baik. Sebagaimana musafir tentu harus menyiapkan kendaraan, memperkuat tali terompah, mengisi bejana minuman, dan seterusnya. Ia tahu bahwa dengan menyiapkan segala bekal itu dapat menyampaikan dia ke daerah tujuan dengan bahagia. Dunia ini adalah ladang amal yang kelak balasan pahalanya akan dipetik di akhirat. Barangsiapa yang menanam pohon kebaikan maka ia akan memanen buah yang baik. Demikian pula sebaliknya jika yang ditanam berupa tumbuhan yang buruk.
14. Sebaik-baik bekal menuju Allah adalah taqwa,7) Sedangkan sejelek-jelek beban adalah dosa. Dosa itu beban karena pelakunya harus menanggung siksanya kelak di neraka. Sebagai muslim yang baik tentu ia berusaha mengurangi dosa-dosa dan justru ingin selalu memperbanyak pahala. Sebagaimana seorang musafir tentu tiak mau membebani diri dengan membeli kasur, meja, kulkas, almari, dan beban-beban yang lain. Yang diperlukan adalah bekal bukan beban. Karena beban akan mengganggu dalam perjalanan.

Menggunakan waktu
15. Perintah Abdullah bin ‘Umar agar tidak menunda-nunda amal sampai sore atau besuk pagi seakan-akan betapa terbatasnya waktu ini. Sehingga seharusnya pelit terhadapnya. Tidak menyia-nyiakannya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Mumpung masih punya kesempatan. Yakni, mengoptimalkan amal di waktu sehat sebelum sakit, waktu memiliki rizqi sebelum tibanya kemiskinan, waktu muda sebelum renta, waktu senggang sebelum sibuk, waktu hidup sebelum mati. 8) Karena jika seseorang itu sehat, ia bisa menyelasaikan banyak hal, yang tidak bisa dilakukan manakala sakit. Dengan waktu sehat ia dapat menyempurnakan kewajiban-kewajiban dan ketaatannya kepada Allah.

Bisa bekerja, berkarya dan seterusnya
16. Dengan nasihat akan fananya dunia, maka hendaknya setiap muslim tidak mengulur-ulur waktu dalam beramal. Siapa tahu hari ini adalah hari terakhir hidup. Atau barangkali bulan depan atau tahun depan kita sudah tiada.
17. Perguliran waktu ini akan ditanya oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya; “…kemudian pada hari ini sungguh kalian akan ditanyai tentang kenikmatan-kenikmatan (yang kamu terima)” 9) (Surat At-Takaatsur : 7). Sebagaimana juga peringatan nabi SAW: ……….“Tidaklah bergeser kaki anak Adam kelak pada hari qiyamat sampai ia ditanyai tentang 4 hal; waktu mudanya untuk apa ia habiskan, waktu hidupnya untuk apa ia pergunakan, hartanya dari mana dan ke mana dibelanjakan, dan tentang ilmu yang diperolehnya untuk apa ia amalkan”10). Hendaknya waktu ini tidak disia-siakan berlalu. Karena siapapun tidak tahu berapa jumlah nafas yang bisa mengakhiri kehidupan. Detik ke berapa manusia akan terenggut ajalnya. Oleh karena itu waktu yang diberikan Allah kepada manusia ini sangat mahal. Sehingga harus digunakan dengan sebaik-baiknya.
18. Sebagaimana yang dicontohkan oleh banyak ulama-ulama terdahulu. Mereka membagi waktu siang maupun malam dengan tiga hal. Waktu untuk Allah, waktu untuk keluarga dan waktu untuk dirinya. Waktu untuk Allah yaitu dengan melaksanakan perintah-perintahnya, waktu untuk keluarganya dengan bekerja atau mmpergaulinya dengan bagus, waktu untuk dirinya barangkali ia perlu istirahat, makan, menjaga kesehatan. Dan tiada waktu untuk Syetan.(Penulis: Mardiansyah; Guru di SMA Hidayatullah Bontang)



Label: Kajian Islam

IMAN, AMAL SHOLIH, DAKWAH DAN SABAR

Pada Minggu, Januari 13, 2008
“Demi masa.(1) Sesunggungguhnya semua manusia berada pada kerugian.(2) Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih. Saling berwasiyat kepada kebenaran dan kesabaran. (3)
(Surat Al-‘Ashr : 1-3)




WAKTU
Al-‘Ashr menurut pendapat yang terkuat adalah ad-dahr, artinya masa atau zaman (Tafsir Ibnu Katsir, surat al-‘Ashr). Mengapa Allah banyak bersumpah dengan waktu? Seperti halnya bersumpah dengan wad-Dzuha; demi waktu dhuha, wal-Fajr; demi waktu pagi, wal-Laili; demi waktu malam, dan sejenisnya? Allah bersumpah demikian karena nilai urgensinya. Karena di dalam perguliran waktu ini manusia terbagi dua, ada yang mendapat keberuntungan atau justru mendapatkan kerugian.

Setiap perubahan kondisi, berputar baliknya urusan, perguliran detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun terjadi dalam ruang lingkup masa (zaman) baik yang telah lalu, sekarang atau yang akan datang. Semua makhluk terutama manusia berada di dalamnya dengan mengalami berbagai perubahan seperti senang, susah, perang, damai, sehat, sakit, berbuat baik, berbuat jahat dan seterusnya (Tafsir juz ‘Amma, Syeikh Sholih al-Utsaimin).

Kata al-insan yang didahului AL bermakna “kullu”(semua). Maka semua manusia disumpahi oleh Allah dengan waktu bahwa mereka senantiasa berada dalam kebangkrutan. Baik di dunia maupun di akhirat. Terkecuali orang yang dikecualikan Allah SWT. Yaitu; alladzina amanu wa’amilussholihat. Mayoritas manusia menganggap orang yang rugi adalah yang buruk rupa, atau melarat, orang yang rugi adalah yang gelandangan, pedagang yang bangkrut, orang yang terlilit hutang dan sebagainya. Sementara orang yang beruntung adalah orang yang kaya, gajinya diatas 10 juta perbulan, atau yang berpangkat, yang terlahir cantik atau tampan dan seterusnya. Padahal barangsiapa yang beriman, berarti dia telah keluar dari kerugian yang nyata.


Allah bersumpah dengan huruf taukid bahwa benar-benar manusia dalam pailit, kecuali orang-orang yang beriman kepada rukunnya yang 6. Yaitu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, Kitab-kitab, rosul-rosul, hari akhir dan Qodar. Dengan menetapi semua rukunnya, syarat-syarat dan konsekuensinya. Sebab ada kalanya orang yang beriman masih setengah-setengah, masih bimbang, belum menerima iman secara total, atau sekedar ngaku-ngaku saja.

Dalam ayat ini semua manusia dikategorikan merugi. Entah yang cantik apalagi yang tidak cantik. Yang kaya saja rugi apalagi yang melarat, apalagi yang dibawahnya. Barang siapa yang menghabiskan waktunya untuk perbuatan sia-sia, hura-hura, maksiyat, serta kufur, maka rugilah dia. Sebaliknya barangsiapa yang menggunakan waktunyya untuk ketaatan, belajar, beramal kebajikan, dakwah, dan sesuatu yang bermanfaat maka beruntunglah dia.

Allah menciptakan manusia ini tidaklah untuk sia-sia alias sekedar iseng. Namun untuk tujuan yang agung yakni untuk menghamba kepada-Nya dan untuk menjadi kholifah di bumi. Tidaklah bumi di hamparkan, langit ditegakkan, matahari dinyalakan, udara dihembuskan, dan sebagainya kecuali untuk manusia. Tapi kebanyakan manusia menyia-nyiakan waktu dengan hal yang sia-sia.

Oleh karena itu, siapapun manusia yang tidak mengerti hakekat perguliran waktu dan hanya mencari uang untuk beli beras, mendirikan rumah untuk berteduh, bangun pagi-pagi dan tidur lagi di malam hari, bekerja atau beraktifitas untuk mengikuti insting hidup semata dengan tanpa berusaha memperbaki nilai kehambaannya di sisi Allah maka binasalah ia kelak.

Dengan sumpah waktu tersebut Allah ingin memberi suatu teladan dan ketentuan hukum dalam hidup ini. Yaitu agar tekun dalam beraktifitas dan mengoptimalkan waktu. Sebab waktu adalah modal yang paling utama. Orang bilang waktu adalah uang atau emas. Yang benar justru waktu lebih mahal dari uang ataupun emas. Waktu adalah umur untuk bernafas. Jika nafas berhenti, tamatlah jatah waktu manusia.

Nabi mengajari kita bagaimana mengoptimalkan waktu meskipun pada hembusan nafas yang terakhir. Yakni tuntunlah orang yang mau meninggal agar bisa mengucapkan LA ILAAHA ILLALLOH. Nabi juga menjelaskan agar kita giat bekerja dan memperingatkan akan buruknya bermalas-malasan dan berpangku tangan dengan sabdanya:
“Apabila besuk terjadi kiamat sementara di tangan kalian masih ada biji pohon (atau tunas pohon) maka tanamlah segera” hadits ini pada Riyadzus Sholihin (maaf atas kelupaan periwatan).

Cukuplah hadits diatas menjadi pecut bagi setiap muslim agar giat dalam menjalani hidup, bersemangat mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat. Tidak berputus asa dan patah arang, tetapi optimis menatap hari esuk dengan harapan yang riang gembira. Mengelola waktu dengan penuh perencanaan, mengadakan target, membiasakan disiplin, tertib, teratur, bersih, rapi, akurat dan seimbang. Tanpa harus menjadi budak jadwal-jadwal. Dengan sumpah ancaman kerugian ini tentu seorang mukmin seharusnya selalu tekun menjalani hidup. Terus selalu aktif berkarya dan bekerja, berinovasi dan beramal. Tidak berpangku tangan, tidak bersikap pesimis, apatis apalagi berhenti berusaha. Selalu memperbaiki kondisi dan tidak emosi, keluh kesah serta mengkambing hitamkan orang.


Umur umat nabi Muhammad sangatlah pendek. Sekitar 60-70 tahun. Sementara amal kejelekan manusia teramat banyak sementara pahala kebaikannya amatlah kurang. Siapapun tidak tahu kapan detak jantung ini berhenti yang bisa mengakhiri segalanya. Dan, modal manusia tinggallah waktu. Maka tiada kata lain keculi waktu ini benar-benar menjadi boomerang manakala tidak digunakan dengan matang.

Kewajiban utama bagi seorang muslim adalah menjaga waktunya lebih daripada penjagaann terhadap hartanya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh ulama-ulama mutaqoddimin. Hasan al-bashri berkata: “aku pernah bertemu dengan kaum yang perhatiannya kepada waktu lebih esar perhatiannya terhadap harta”. Ali bin Abi Tholib berkata : “waktu itu ibarat pedang, jika kamu tidak memakainya dengan baik ia akan memotongmu” Ibnu Mas’ud berkata: aku tidak pernah menyesali sesuatu, kecuali hanya pada jika hariku berlalu tapi amalku tidak bertambah”

Namun contoh-contoh seperti ini sangat jauh berbeda pada zaman sekarang. Kondisi umat islam telah menyayat hati dan merobek jantung. Fenomena membunuh waktu(killing time) dengan minum segelas kopi berjam-berjam, memelototi kotak TV semalaman, main catur dan domino seharian, mendengkur sepanjang kasur sehingga lalai menunaikan kewajiban yang seharusnya.

Maka dalam hal ini Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menasehati : tahun-tahun umur itu ibarat pohon bagi manusia, bulan-bulan adalah dahannya, hari-hari adalah rantingnya, jam-jam ibaratkan daunnya, nafas-nafas ibarat buahnya. Barang siapa yang detik nafasnya berada pada ketaatan dan ketaqwaan maka berarti ia buah dari pohon yang baik. Dan barangsiapa yang detiknya berada pada maksiyat maka buahnya berupa handzolah, pahit rasanya dan busuk baunya. Sesungguhnya hari memanen itu adalah hari pembalasan. Demikianlah perumpamaan, iman dan tauhid adalah pohon pada hati, dahan-dahannya adalah amal, akhlaq yang baik adalah daunnya, dan buah keimanan yang baik adalah kebahagiaan hidup di dunia, kenikmatan kekal memasuki surga. Demikianlah peranan iman dalam perguliran umur manusia. (*) (kitab fawaid, menafsirkan surat Ibrohim :24-28)

IMAN
Secara syar’i defunisi Iman menurut jumhur adalah iqrar dengan lisan, tashdiq dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan bertambah karena taat dan berkurang karena maksiyat. Para sahabat, tabi’in, imam ahli hadits dan ulama hingga hari kiyamat mengatakan bahwa iman bisa berkurang dan bertambah. Di kalangan manusia ini ada perbedaan tingkat keimanan mereka sesuai kadar ketaqwaan mereka masing-masing.

Iman bukanlah hanya pengakuan tanpa bukti. Tetapi Iman itu nyata antara lahir dan batin dalam menyatakan LA ILAHA ILLALLAH. Dan nyata pula dalam perilaku mengikuti MUHAMMADUR ROSULULLAH. Bukan seperti kata orang; “yang penting kan hatinya”. Sekali lagi bukan hanya pengakuan hati tetapi kenyataan dalam perbuatan anggota badan. Sebab ada lagi yang mengaku dirinya beriman padahal penampilan dirinya kafir.

AMAL SHOLIH
Amal sholih diantaranya; sholat, zakat, shoum, hajji, berbakti kepada orang tua, menyambung silatiurrahmi, berakhlaq dengan perilaku yang bagus, menunutut ilmu dan seterusnya. Karena iman tidak hanya cukup dengan hati dan lisan maka dengan amal sholih membuktikannya.

Yang dimaksud amal sholih adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan As-Sunnah serta mencakup syarat keikhlasan dan mengikuti petunjuk nabi SAW. Jika tidak dilandasi dengan spirit ini maka tentu tidak dinamakan amal sholih. Antara iman dan amal sholih ibarat dua sayap burung, ia tidak bisa terbang kecuali bersama-sama. Bila salah satunya cacat maka tidak bisa terbang.

Di kebanyakan ayat al-Qur’an amal sholih selalu bergandeng mesra dengan amal sholih. Karena iman itu mneghendaki amal, sementara amal harus dilandasi iman. Iman saja tanpa membuahkan amal dan kreatifitas karya maka tumpul. Sebaliknya banyak amalan tanpa dilandasi iman maka bak fatamorgana di gurun sahara atau debu yang berhamburan diterpa angin. Sia-sia belaka.

WASIYAT KEBENARAN
Tidak cukup seseorang hanya beriman dan beramal sholih, tetapi ia harus mendakwahkan, mengajarkan dan membimbing orang lain kepada AL-haq ini. seorang mukmin tidak boleh asyik dengan diri sendiri. Dia harus bersinergi, berukhuwah dan bersatu padu dalam mata rantai kerjasama. Saling tolong menolong dalam kebanaran dan ketaqwaan. Mengambil peran dalam dakwah. Karena jika tanpa dakwah, hancurlah kehidupan bumi tanpa cahaya Islam.

Yang dimaksud Al-Haq (kebenaran) dalam ayat tersebut adalah syari’at. Yakni masing-masing menasehati untuk mentaati kebenaran. Jika ada terlihat pada saudaranya melalaikan kewajiban-kewajiban maka diberi nasehat; “wahai saudaraku sesungguhnya perintah Allah lebih berhaq untuk ditunaikan” demikian pula jika terlihat ada yang melakukan yang diharamkan dinasehati dengan yang lebih bermanfaat.

Setiap mukmin harus memeluk Islam ini dengan patuh dari hal yang paling mudah menuju dakwah, yaitu; Ikhlas menerima ajaran Islam, kemudian mendengar dan memperhatikan, lalu menelaah dan terus mempelajarinya, selanjutnya mengamalkannya dan yang terakhir mendakwahkannya. Demikianlah rangkaian seharusnya.

Dalam berwasiyat dengan kebenaran harus dengan lemah lembut dan sabar. Karena memegang kebenaran Islam di zaman dimana manusia mengumbar hawa nafsu rasanya sudah berat. Maka dalam menyampaikan Al-Haq ini seharusnya tidak memperberat umat dengan sikap keras dan kasar. Dakwah harus dengan tutur kata yang bagus dan menyejukkan hati.

Jika kita berwasiyat dan menyebarkan ajaran Islam ini kepada manusia berarti kita mengikuti perilaku para Nabi yaitu berdakwah. Karena semua nabi adalah para da’i penyampai risalah Islam ini. Semua mukmin bisa berdakwah semampunya tanpa harus menunggu jadi mubaligh kondang dahulu.

WASIYAT KESABARAN
Sabar adalah menahan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas. Sedangkan jenis sabar itu ada 3, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah, dan sabar dalam menghadapi taqdir dari Allah.

Banyak orang yang tidak menjalankan perintah Allah seperti tidak sholat berjama’ah, tidak berjilbab, mengumbar aurat, tidak berbuat baik kepada orang tua, dan sejenisnya. Maka kita diperintah dalam ayat ini agar saling menasehati untuk menunaikan syari’at allah ta’ala.

Pada zaman sekarang ini banyak manusia yang melakukan pelanggaran terhadap syari’at Allah SWT. Banyak orang yang makan riba, melakukan penipuan, dan jenis-jenis kejahatan lainnya. Maka kita diperintah oleh Allah agar saling menasehati supaya sabar untuk tidak melakukan pelanggaran tersebut. Demikian pula jika ada saudara kita yang terkena musibah, seperti sakit, atau hilang hartanya, meninggal orang yang dicintainya maka mereka diperintah untuk bersabar menghadapi taqdir Allah SWT. Dengan nasehat; “wahai saudaraku, semua urusan di tangan Allah, apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak terjadi.

Seorang mukmin pasti menghadapi cobaan dan tantangan. Sebab jalan dakwah bukanlah dihiasi dengan semerbak bunga yang mewangi atau hamparan sutra yang memikat hati, tetapi jalan dakwah sangatlah terjal mendaki. Jalan ke surga tidaklah semudah membaringkan badan di kasur yang empuk. Sebagaimana sabda nabi SAW: “Surga itu dikelilingi oleh sesuatu yang dibenc, sSementara neraka itu dikelilingi nafsu syahwat yang enak-enak” (HR.Bukhori Muslim).

Sabar. Kata sabar amat mudah dikata. Namun belum tentu masing-masing orang menepatinya. Kesabaran yang sesungguhnya telah dicontohkan oleh rosulullah dalam dakwah beliau. Nabi SAW di cemooh, dicela, diboikot di suatu lembah, dikejar-kejar, dicari-cari akan dibunuh, dilempari debu kepalanya, ditumpahi kotoran binatang punggungnya, dituduh sebagai pengacau, si gila, pendusta, tukang sihir, dukun santet, dan sebagainya. Beliau terus bersabar dan berdakwah sampai akhirnya kejayaan berhasil didapatkan.

KHOTIMAH
Iman Syafi’i berkata; seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas hambaNya selain surat ini, maka cukuplah untuk mereka. Artinya cukuplah bagi mereka peringatan dan dorongan agar berpegang teguh dengan Iman, beramal sholih, sabar dan dakwah. Jadi berarti surat ini telah memadai manusia dalam syari’at agama secara keseluruhan.

Setiap manusia berakal tentu merasa bahwa dirinya khawatir jika menjadi orang bangkrut jika tidak mempunyai criteria yang disebutkan dalam surat ini. Sehingga akan berusaha dengan segenap potensi yang ada untuk memenuhi criteria tersebut.
Demikianlah manakala seseorang mampu mengisi perguliran waktunya dengan merefleksikan iman, amal sholih, berdakwah dan bersabar maka ia termasuk golongan yang tidak akan merugi. Ia benar-benar beruntung. Mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat. WaffaqonalLohu ilaih.(Mardiansyah; Guru di SMA Hidayatullah Bontang)

Peringatan para pembaca yang budiman sebarkanlah MAQALAH ini kepada kawan dan sahabat dan jangan perbaiki atau betulkan sekiranya ada kesilapan samaada dari segi bahasa atau peletakan ayat dan hadith,kerana ini adalah usaha manusia yang tidak sunyi dari kesilapan dan kelemahan semoga usaha sebegini dapat mendekatkan diri kita kepada Allah amien.

Label: Kajian Islam

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
;;
Subscribe to: Entri (Atom)

No comments:

Post a Comment